Jakarta - Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta tidak menafikan besarnya potensi pajak dari festival musik Djakarta Warehouse Project (DWP) pada yang terselenggara 13-15 Desember 2019 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta.
Pada 2017 saja, penyelenggaran musik ini menyumbang Rp 10 miliar hanya dalam waktu dua hari.
Baca juga: Pedemo DWP: Anies Baswedan Pilihan Umat Pro Maksiat
“Pajak makan dan minum menyumbang Rp 2,5 miliar dan pajak hiburan sebesar Rp 7,5 miliar,” kata PLT Kadisparbud DKI Jakarta Alberto Ali dalam jumpa pers di Balaikota, Jumat, 13 Desember 2019.
Menurut Alberto, sebagai kota metropolitan, Jakarta layak memiliki acara hiburan berkelas seperti DWP.
Dia menambahkan, kegiatan seperti ini juga dapat mengundang banyak wisatawan yang tidak hanya datang dari dalam negeri, bahkan dari luar negeri tersedot ke ibu kota.
Menanggapi penolakan sejumlah ormas terhadap DWP, Alberto menyatakan, pihaknya telah mengkaji permohonan penyelenggara.
Menurutnya, permohonan acara tersebut tidak melanggaran aturan, sehingga Dinas tetap memberikan izin penyelenggaraan.
Sementara Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah mengatakan Pemda DKI akan mengarahkan aparat pengamanan, damkar dan tim kesehatan ke lokasi DWP.
Arahan ini menyusul ancaman sejumlah ormas untuk membatalkan acara DWP yang berlangsung di JIExpo Kemayoran, DKI Jakarta.
Baca juga: Fraksi PDIP Nyatakan DWP Dibutuhkan di Jakarta

Sebelumnya, Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Gilbert Simanjuntak heran mendengar penolakan sejumlah ormas terhadap festival musik DWP.
Orang misalnya dapat melihat dari sisi seni dan ekonomi. Kalau saya sih melihatnya sebagai karya seni.
Alasan penolakan mereka, kata Gilbert, tidak mendasar. Sebab, acara tersebut menurutnya sudah mendapatkan izin dari Pemda DKI Jakarta.
“Memangnya apa yang mereka berikan kepada negara kecuali protes,” kata Legislator Komisi B yang membidangi Perekonomian dan Pariwisata itu kepada Tagar, Kamis, 12 Desember 2019.
Menurut Politikus PDIP ini, acara yang bakal digelar 13-15 Desember 2019 itu tidak bisa dinilai dari perspektif sempit, apalagi dengan memaksakan pemahaman pribadi.
Sebaiknya, kata dia, diambil positifnya saja, karena bisa memberi profit bagi DKI dan masih banyak aspek lainnya.
“Orang misalnya dapat melihat dari sisi seni dan ekonomi. Kalau saya sih melihatnya sebagai karya seni,” tuturnya. []