Jakarta - Eks Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkit kembali ucapan Ketua KPK Firli Bahuri soal pelaku korupsi yang menggunakan anggaran penanganan Covid-19, maka hukuman mati menanti.
Febri pun menyatakan, seakan-akan Firli serius menangani persoalan korupsi di Indonesia. Menurutnya, di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) memang ada ketentuan di mana pelaku korupsi bisa diancam dengan hukuman mati.
KPK tidak perlu kebanyakan slogan. Bekerja saja secara kongkret.
Akan tetapi, dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap pejabat Kementerian Sosial (Kemensos) terkait bantuan sosial (bansos) Covid-19 merupakan jenis Tipikor yang berbeda.
Baca juga: Juliari Batubara Terancam Hukuman Mati, Yusril: Saya yang Buat UU KPK
"Ada yang pakai slogan hukum mati koruptor saat pandemi. Seolah-olah seperti serius berantas korupsi. Di UU, memang ada 'kondisi tertentu' diancam hukuman mati. Tapi hanya korupsi kerugian negara (Pasal 2). Sedangkan OTT kemarin SUAP Bansos Covid-19. Jenis korupsi dan pasal yang berbeda," cuit @febridiansyah dilihat Tagar, Minggu, 6 Desember 2020.
Menurut dia, sebaiknya KPK tidak perlu kebanyakan slogan, seyogianya bekerja saja memberantas korupsi secara konkret dengan mendukung kerja para pegawainya. Sebab, hal tersebut yang akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPK, yang telah dibonusi revisi UU pada tahun 2019 kemarin.
"Hal ini sejak lama sudah diingatkan, KPK tidak perlu kebanyakan slogan. Bekerja saja secara kongkret. Dukunglah kerja para Pegawai KPK, maka lambat laun kredibilitas KPK akan kembali meningkat. Kepercayaan itu tumbuh dari konsistensi. Teruslah bekerja. Buktikan dengan kinerja," kata Febri.
Lantas Febri menekankan, hukuman mati terhadap pelaku korupsi kerap muncul di dalam dua kondisi.
"1. SLOGAN. Ya untuk tunjukkan seolah-olah komitmen berantas korupsi. Padahal belum ada koruptor dihukum mati. Kalau narkotika banyak. Apakah efektif? 2. Karena kemarahan dengan pejabat yang korup, yang rasanya kok enggak berkurang. Sisanya, dalam perdebatan," ucapnya.
baca juga: Febri Diansyah Ungkit Ancaman Firli Bahuri Hukum Mati Koruptor
Febri pun menantang dengan data, negara mana di dunia yang berhasil memberantas tipikor dengan pidana hukuman mati. Kemudian, ia menilai KPK sudah bertindak tepat dengan menerapkan pasal suap dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat Kementerian Sosial (Kemensos).

"Menjelang Hari Antikorupsi sedunia, coba cari, negara mana yang berhasil berantas korupsi dengan hukuman mati? Belum lagi jika kita lihat sudut pandang kerugian masyarakat sebagai KORBAN KORUPSI. Pasal Suap & 12i yang digunakan KPK dalam OTT Kemensos kemarin cukup tepat. Ancaman maksimal seumur hidup," kata Febri.
Seperti diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri sempat mengingatakan kepada para koruptor yang mengincar penyelewengan dana penanganan Covid-19, hukuman terberatnya ialah hukuman mati.
"Saya ingatkan, jangan main-main. Ini menjadi perhatian penuh KPK. Terlebih dana penanganan Covid-19 sebesar Rp 695,2 triliun dari APBN maupun APBD adalah uang rakyat yang harus jelas peruntukannya dan harus dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya," kata Firli Bahuri dalam keterangannya yang diterima wartawan di Jakarta, Sabtu, 11 Juli 2020.
"Kembali saya ingatkan kepada calon koruptor atau siapapun yang berpikir atau coba-coba korupsi anggaran penanganan Covid-19, hukuman mati menanti dan hanya persoalan waktu bagi kami untuk mengungkap semua itu," ujar Firli Bahuri.
KPK sebelumnya telah menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka korupsi program bansos penanganan virus corona (covid-19). Selain Juliari, ada empat orang lainnya juga turut ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta. []