Jakarta - Imbas pendemi Covid-19 yang berkepanjangan masih memukul dunia usaha, termasuk maskapai penerbangan nasional, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Namun, emiten penerbangan dengan kode saham GIAA ini menyatakan optimistis dapat mengembalikan pendapatan sebesar 40% dari kondisi normal tahun lalu pada akhir 2020, akibat pandemi.
“Target kita sampai Desember bisa di 40% persen dari revenue (pendapatan) tahun lalu,” kata Direktur Layanan, Pengembangan Usaha dan Teknologi Informasi Garuda Indonesia, Ade R Susardi dalam diskusi daring yang bertajuk “Panduan Protokol Baru untuk Operasi Bisnis Berkelanjutan: Industri Transportasi Publik” di Jakarta, Kamis, 3 September 2020 seperti dikutip dari Antara.
Garuda melakukan berbagai upaya, yakni efisiensi di internal perusahaan untuk menghemat biaya operasi, seperti penundaan gaji.
Baca Juga: Garuda Indonesia Tambah Frekuensi Terbang ke Aceh
Menurutnya, optimisme tersebut didorong indikasi lalu lintas penerbangan yang berangsur pulih dengan adanya peningkatan jumlah penumpang saat libur panjang akhir pekan pada pertengahan Agustus lalu. “Jadi kita lihat tadi dari tren Mei, Juni, Juli, Agustus ada libur panjang dua kali, kita dapat berkah cukup besar. Trafik penerbangan naik, penumpang naik. Tren diharapkan bisa berlanjut,” ucap Ade.
Ia menambahkan Garuda juga menyiapkan sejumlah program baru untuk menarik kembali minat masyarakat bepegian dengan pesawat. "September juga kita punya beberapa program lagi. Di bulan lalu kita bisa 7.000 per hari, kita targetkan di September bisa 10.000 per hari sudah bisa tercapai,” tutur Ade.

Ade menambahkan, secara hitungan bisnis belum menguntungkan. Namun pihaknya melakukan berbagai upaya, yakni efisiensi di internal perusahaan untuk menghemat biaya operasi, seperti penundaan gaji, pemotongan tunjangan dari 10 hingga 50%.
Kemudian, renegosiasi dengan penyewa (lessor) pesawat, penjadwalan ulang pembayaran avtur dengan PT Pertamina dan lainnya agar Garuda bisa bertahan. Untuk itu, diharapkan pada 2021, pihaknya bisa kembali bangkit dan membukukan pendapatan hingga 70% persen dari kondisi normal di 2019. “Diharapkan paling tidak positif di profit margin kita,” katanya.
Ade menuturkan berdasarkan analisis di dunia aviasi dan pandemi, industri penerbangan, terutama maskapai, baru benar-benar akan pulih pada 2023. Bagaimana pemulihannya, pada saat ini diprediksi dari pakar maskapai atau situasi pandemi ini melihat situasi kembali ke tahun 2019 saja perlu waktu panjang.
Maskapai diperkirakan kembali di angka itu di 2023, cukup lama. "Tahun ini kita mungkin di angka 40% dari revenue kita tahun lalu. Tahun depan mungkin di angka 60 dan 70%. Dan kita perlu banyak menentukan strategi untuk melanjutkan operasi,” katanya.
Menurut Ade, Garuda Indonesia masih tertolong dengan adanya penerbangan domestik, meskipun pada Mei lalu sempat terjatuh ke jurang terdalam. Yakni hanya mengoperasikan 30 penerbangan dalam sehari yang separuhnya adalah penerbangan kargo.
Simak Pula: Manajemen dan Karyawan Garuda Indonesia Bebas Narkoba
“Saya perbandingkan, di Mei 2019 rata-rata trafik Garuda 400 penerbangan dalam sehari, pada Mei 2020 saat peak paling rendah hanya 30 penerbangan setengahnya pun kargo. Jadi, dampaknya besar, hingga 95,3 persen,” kata Ade. []