Gibran dan Bobby Terpilih Jadi Wali Kota Bukan Sebagai Dinasti Jokowi

Hak memilih dan dipilih dijamin UUD 45, ketika putra sulung Jokowi ingin maju di Pilkada Solo 2020 komentar abaikan haknya sebagai warga negara
Ilustrasi (Sumber: pacificpolicy.org)

Oleh: Syaiful W. Harahap

Catatan: Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id tanggal 13 Desember 2019. Redaksi.

TAGAR.id - Ketika kerabat pejabat publik, seperti gubernur, bupati dan wali kota yang ingin mencalonkan diri pada jabatan-jabatan publik disebutkan itu hak asasi manusia (HAM) sehingga tidak ada alasan untuk menghalanginya. Hak untuk memilih dan dipilih selama tidak dihambat oleh hukum merupakan hak setiap warga negara yang diatur dalam UUD 45 serta bagian dari demokrasi.

Ketika Jimmy Carter terpilih sebagai Presiden AS yang ke-39 dengan masa pemerintahan ke-48, adiknya, pengusaha kacang tanah, marah-marah karena dia tidak bisa lagi menjalin bisnis dengan jajaran pemerintah. Begitu juga ketika Bill Clinton terpilih jadi Presiden AS yang ke-42 dengan masa pemerintahan ke-52 dan 53 istrinya, Hillary Clinton, berhenti dari pengacara. Padahal, Hillary masuk daftar 100 pengacara beken di AS.

Tapi, ketika putra sulung Presiden Jokowi Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri sebagai untuk Wali Kota Solo 2020 dan menantunya, Bobby Nasution, di Pilkada Kota Medan 2020, komentar nyinyir pun mencuat yang dikaitkan dengan dinasti.

Pemakaian kata dinasti dalam konteks putra dan menantu Jokowi jelas ngawur karena seperti disebut dalam KBBI dinasti adalah keturunan raja-raja yang memerintah, semuanya berasal dari satu keluarga. Politik dinasti adalah suksesi pejabat yang dilanjutkan oleh kerabat pejabat yang berkuasa.

Dalam kaitan Gibran dan Bobby jelas tidak pada posisi memerintah karena kalau pun terpilih mereka berdua hanya sebatas wali kota. Lagi pula di era Otonomi Daerah (Otda) yang digulirkan di Indonesia sejak reformasi tahun 1988 tidak ada lagi garis komando dari Pusat (baca: presiden) sampai ke gubernur, bupati dan walikota.

Jika Gibran dan Bobby jadi wali kota sama sekali tidak ada implikasinya secara langsung terhadap Jokowi sebagai presiden. Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota menjalankan pemerintahan sendiri kecuali luar negeri, moneter dan pertahanan keamanan (hankam). Sama sekali tidak akan ada campur tangan Jokowi sebagai presiden untuk membantu pekerjaan Gibran dan Bobby sebagai wali kota karena tidak ada garis komando.

Rencana Gibran dan Bobby mengikuti Pilkada Solo dan Medan 2020 jadi tersandung karena wacana presiden tiga priode. Padahal, dengan tegas Jokowi mengatakan wacana tiga priode itu justru menampar mukanya. Menurut Jokowi, sama sekali tidak terpikir olehnya untuk tiga kali masa jabatan presiden.

Celakanya, banyak orang yang langsung mengaitkan wacana tiga priode dengan Jokowi. Ini dipakai sebagai amunisi oleh kalangan-kalangan yang masih memendam kebencian terhadap Jokowi karena ulah the haters yang selalu menyebarkan fitnah tentang Jokowi.

Padahal, di salah satu negara biang demokrasi, Amerika Serikat, salah satu presiden di sana empat kali berturut-turut menjabat sebagai presiden yaitu Franklin D. Roosevelt yang merupakan Presiden AS yang ke-32. Masa jabatannya sebagai presiden yaitu yang ke-37, 38, 39 dan 40 pada rentang waktu 4 Maret 1933 sd 12 April 1945.

Jika sebagian orang tetap mengaitkan Gibran dan Bobby dengan politik dinasti Jokowi tentulah Gibran tidak kalang-kabut. Tapi, faktanya Gibran justru tidak diterima di PDI-P Surakarta karena mereka sudah mempunyai pasangan calon wali kota. Kalau benar ada politik dinasti tentulah PDI-P Surakarta tida bisa menolak Gibran. Kenyataannya, Gibran mendaftarkan diri ke PDI-P Jawa Tengah untuk maju di Pilkada Solo 2020.

Jika kita lihat peta perpolitikan nasional di masa pemerintahan Presiden Soeharto pada Kabinet Pembangunan VII, 14 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998, dia justru menunjuk putri sulungnya Siti Hardijanti Rukmana, yang lebih dikenal sebagai Mbak Tutut, sebagai menteri sosial. Ini merupakan salah satu bentuk dinasti.

Di lingkungan pemerintahan Provinsi Banten sejak Ratu Atut Chosiyah terpilih jadi gubernur pada Pilkada 2006, satu per satu kerabatnya maju di beberapa pilkada. Airin Rachmi Diany, adik ipar Atut, berpasangan dengan Jazuli Juwaini dalam Pilkada Kabupaten Tangerang 2008. Pasangan ini kalah. Lalu, adik tiri Atut, Tubagus Haerul Jaman, maju sebagai calon wakil Wali Kota Serang berpasangan dengan Bunyamin (mantan Bupati Serang) pada Pilkada tahun 2008. Pasangan ini menang. Bunyamin meninggal dunia setelah tiga tahun menjabat. Jaman diangkat jadi Wali Kota Serang.

Tahun 2010, adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, ikut Pilkada Bupati Serang sebagai calon wakil bupati bersama Taufik Nuriman sebagai cabup. Pasangan ini menang. Lalu, Pada Pilkada Kota Serang 2013 Jaman menang. Di Pilkada Kota Tangerang Selatan 2010 Airin, adik ipar Atut yang berpasangan dengan Benyamin Davnie terpilih sebagai Wali Kota Tangerang Selatan priode 2011-2015.

Ibu tiri Atut, Heryani, terpilih menjadi Wakil Bupati Pandeglang pada Pilkada Kabupaten Pandeglang tahun 2011 mendampingi Erwan Kurtubi. Pada Pilkada Provinsi Banten 2011 Atut berpasangan dengan Rano Karno menang. Ini priode kedua Atut sebagai Gubernur Banten. Kesandung kasus korupsi Atut diberhentikan dan digantikan Rano Karno.

Pada Pilkada Banten 2017 pasangan Wahidin Halim-Andika Hazrumy memang. Andika adalah putra sulung Atut. Selain di eksekutif, di legislatif (DPRD) dan instansi serta institusi lain pun ada kerabat Atut.

Entah apalah istilah untuk kekerabatan yang menggurita di lingkungan pemerintahan, legislatif dan instansi di Banten ini tapi sorotan tidak sekencang terhadap Jokowi ketika putra sulungnya ingin ikut Pilkada Solo 2020.

Lagi pula secara kasat mata, apa, sih, yang bisa dipakai Jokowi dengan kedudukannya sebagai presiden untuk kelancaran Pilkada putra dan menantunya?

Jangankan untuk putranya, untuk dirinya sendiri fasilitas negara tidak bisa dia pakai ketika maju sebagai capres pada priode kedua 2019-2024. Apalagi untuk putra dan menantunya tentulah hal yang mustahil bagi Jokowi untuk memanfaatkan jabatannya memenangkan Gibran dan Bobby (dari berbagai sumber). []

Berita terkait
Gibran-Bobby Nyaleg, PAN Tepis Isu Dinasti Politik
PAN tepis isu Jokowi akan membangun dinasti politik setelah Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution nyaleg di Pilkada 2020.
Denny Siregar dan Politik Dinasti Jokowi
Denny Siregar termasuk yang kepo, ingin tahu ada apa di balik gerakan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming, maju Pilkada Surakarta 2020.
Empat Anaknya Maju Caleg, Amien Rais Bangun Dinasti Politik?
"Apalagi dinasti yang salah, anaknya tidak punya pengalaman, diberikan jabatan politik, kursi caleg nomor satu tapi tidak bisa berbuat apa-apa," urai Pangi.
0
Gibran dan Bobby Terpilih Jadi Wali Kota Bukan Sebagai Dinasti Jokowi
Hak memilih dan dipilih dijamin UUD 45, ketika putra sulung Jokowi ingin maju di Pilkada Solo 2020 komentar abaikan haknya sebagai warga negara