Banyumas - Grumbul Nusapule, dusun di wilayah Desa Plangkapan, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang langganan banjir tiap tahunnya. Dusun itu selalu terisolasi setiap kali musim hujan datang.
Seperti di awal musim hujan tahun ini. Tingginya curah hujan mulai akhir Oktober lalu membuat Grumbul Nusapule kembali tergenang. Akibatnya, sebanyak 120 warga yang ada di dusun itu kesulitan beraktivitas karena satu-satunya akses jalan yang menghubungkan ke daerah lain terendam banjir.
Bahkan rumah-rumah warga yang ada di dusun itu juga tergenang. Pun demikian dengan pekarangan, area perkebunan hingga persawahan setempat. Ketinggian air berkisar antara 40 hingga 80 cm.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyempatkan diri mampir dan melihat langsung kondisi di dusun itu pada Selasa, 3 November 2020. Tujuannya untuk memastikan kondisi masyarakat yang ada di sana aman dan terjamin kebutuhan pangannya.
Untuk menuju Grumbul Nusapule, Ganjar harus menaiki perahu kayu yang didayung menggunakan bambu. Jarak yang ditempuh dari desa terdekat sekitar 10 menit dengan menggunakan perahu itu. Perahu menjadi akses yang paling aman, mengingat jalan menuju lokasi dusun terendam banjir cukup tinggi.
Setiap hujan pasti banjir, kalau banjir ya aktivitas warga pakai perahu.
Setibanya di lokasi, Ganjar yang didampingi Bupati Banyumas Achmad Husein berdialog dengan warga. Muhroni, 70 tahun, salah satu warga Grumbul Nussapula mengaku dusunnya selalu banjir setiap musim penghujan. Namun saat kemarau, masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih.
"Setiap hujan pasti banjir, kalau banjir ya aktivitas warga pakai perahu. Soalnya kalau jalan enggak bisa, jalannya tergenang," katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berdiskusi dengan warga Dusun Grumbul Nusapule, Banyumas, saat meninjau banjir di wilayah tersebut, Selasa, 3 November 2020. (Foto: Tagar/Humas Pemprov Jateng)
Meski begitu, sampai Ganjar datang belum ada yang mengungsi ke tempat lain. Warga memilih bertahan di rumah masing-masing dengan alasan tempat tinggalnya belum tergenang.
"Enggak ngungsi, karena rumahnya belum kebanjiran. Semua warga di sini bertahan, kebutuhan makan ya seadanya," imbuhnya.
Sementara jika di musim kemarau, warga juga terpaksa bertahan dengan membeli air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Mendengar itu, Ganjar kemudian mengusulkan agar area persawahan yang membentang luas di sekeliling desa dibuat embung. Terlebih area persawahan itu juga selalu kebanjiran hujan mengingat kontur tanahnya berupa cekungan.
"Karena ini daerah cekungan, tadi saya usulkan pada kades dan warga, kenapa tidak dibuat embung sekalian. Apalagi kalau kemarau katanya airnya beli, dan saat hujan selalu kebanjiran. Tadi katanya, setahun bisa banjir dua kali," katanya.
Menurut Ganjar, dengan pembuatan embung maka bencana banjir akan tertangani. Hujan akan ditampung dan dapat diolah sebagai sumber air bersih saat musim kemarau tiba. Apalagi, warga di dusun itu hanya 30 kk, sehingga kebutuhan air pasti bisa terpenuhi dengan dibangunnya embung itu.
"Maka saya tawarkan, silahkan Pak Kades berembug, kalau bisa membuat BUMDes kemudian ada penyertaan asetnya warga ini. Kalau soal pembangunan embung, biar saya dan Pak Bupati yang bangun," terangnya.
Baca lainnya:
- Pemkab Rembang Kirim Bantuan untuk Korban Banjir Cilacap
- Kemendagri Minta Pemda, Sampai RT/RW Siaga Banjir & Longsor
- Nenek 69 Tahun Curhat ke Bobby, Rumahnya Direndam Banjir
Selain menangani masalah banjir saat hujan dan kebutuhan air saat kemarau, pembangunan embung di wilayah itu juga dapat dioptimalkan untuk wisata. Termasuk untuk budidaya perikanan dan lainnya.
"Ini kalau jadi embung bisa jadi destinasi wisata yang bagus. Tinggal nanti saya minta dibicarakan, kalau siap silakan lapor saya," ucap dia.
Mendengar solusi yang ditawarkan Ganjar, Kepala Desa Plangkapan Sujiyanto menanggapi serius usulan pembuatan embung. Sujiyanto mengatakan akan membahas bersama warga.
"Nanti kami akan kumpulkan warga termasuk mereka yang punya tanah. Nanti kami musyawarahkan di tingkat desa," katanya.