Guruh Soekarnoputra, Jadi Anggota DPR Lagi

Anak bungsu Presiden pertama RI Soekarno, Guruh Soekarnoputra berlatar seniman Indonesia jadi anggota DPR lagi periode 2019-2014.
Guruh Soekarnoputra. (Foto: Antara/Widodo S Jusuf)

Jakarta - Guruh Soekarnoputra, anak bungsu Presiden pertama RI Soekarno, lolos lagi menjadi anggota DPR RI. Guruh saat ini adalah anggota komisi X DPR RI 2014-2019 membidangi Pendidikan, Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda, Olahraga, dan Perpustakaan.

Pria kelahiran Jakarta 13 Januari 1956 ini seorang politikus yang tetap setia bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP adalah partai politik yang diketuai oleh kakak Guruh, yaitu Megawati Soekarnoputri. 

Latar belakang Guruh adalah seniman serba bisa. Dia piawai sebagai penari, pemusik, dan bahkan dia juga pencipta tari (koreografer) dan pencipta musik. Jiwa seninya sudah nampak sejak dini. Pada usia lima tahun, Guruh sudah belajar menari Jawa, Sunda, Bali dan mementaskan tariannya di atas panggung. Pada masa itu dia juga membentuk band kanak-kanak dan mengasah bakat bermusiknya dengan bermain piano.

Seiring perjalananan karier senimannya dari waktu ke waktu, banyak karya yang lahir dari sentuhan Guruh, mulai dari karya pagelaran musik, album musik hingga pagelaran-pagelaran seni dengan nuansa tradisional khas Indonesia. Berbagai penghargaan telah disabet oleh Guruh baik prestasi level nasional maupun internasional.

Budayawan dan seniman harus melek politik. Kalau budayawan dan seniman atau profesi lain tidak melek politik, serasa ada yang kurang dan akan dibodohi politikus.

Pengamat musik Indonesia, Denny Sakrie, menulis catatan tentang Guruh yang sempat membentuk grup musik Guruh Gypsy yang bernuansa progresif rock yang dicampur dengan alunan gamelan Bali. Musisi lain yang bergabung di Guruh Gypsy adalah Keenan Nasution, Oding Nasution, Roni Harahap, Abadi Soesman dan Chrisye. Dengan grup band ini, Guruh menghasilkan album pertamanya, Guruh Gypsy, pada tahun 1976.

Denny Sakrie menyebut Guruh menulis lirik sebagian besar lagu-lagu dalam album tersebut. Sebagai pemusik, Guruh amat memperhatikan representasi kebudayaan Indonesia. Terutama dalam hit Janger 1897, maupun Choping Larung. Seniman tersebut sedang memanifestasikan gugatannya terhadap distorsi nilai-nilai dari budaya yang ada di pelosok negeri, terutama di daerah primadona wisata seperti Pulau Dewata Bali.

Setelah sukses dengan Guruh Gypsy, Guruh mendirikan organisasi Swara Mahardika yang kemudian berganti nama menjadi Yayasan Swara Mahardika pada 1987. Dengan organisasi seni tersebut, Guruh leluasa mengeksplor sentuhannya melalui berbagai pagelaran seni di antaranya, yaitu Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra I pada 1979, Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra II: Untukmu Indonesiaku pada 1980, dan masih banyak yang lainnya. 

Ia juga membuat film semi-dokumenter Untukmu Indonesiaku yang dirilis bersamaan dengan pagelaran tersebut. Karya pementasan lain adalah Pagelaran Kolosal: Gempita Swara Mahardhika merayakan dedikasinya 10 tahun bersama Swara Mahardika pada tahun 1987. Selain itu, Guruh juga pernah menggelar pertunjukan kolosal 'JakJakJakJak Jakarta' untuk menyambut ulang tahun Jakarta ke 462 tahun (1989).

Guruh juga pernah menjajal kemampuan aktingnya dengan berperan sebagai Sunan Muria dalam film Sembilan Wali tahun 1985.

Pada 23 Maret 2011 bertepatan dengan Hari Musik Nasional, Guruh memperoleh Penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia dari Persatuan Artis, Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), sebuah penghargaan yang sangat layak ia sandang sebagai seniman legendaris Indonesia.

Dalam sebuah kesempatan dikutip dalam Tokoh Indonesia, Guruh Soekarnoputra mengatakan, "Budayawan dan seniman harus melek politik. Kalau budayawan dan seniman atau profesi lain tidak melek politik, serasa ada yang kurang dan akan dibodohi politikus." []

Baca juga:

Berita terkait