Jakarta - Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan DPR dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sepakat membentuk tim kerja bersama untuk membahas kluster ketenagakerjaan yang terdapat di dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker).
"Kami sepakat untuk membentuk tim kerja bersama untuk membahas kluster ketenagakerjaan untuk mencari titik temu RUU Cipta Kerja untuk kemajuan bersama," kata Dasco usai menerima perwakilan KSPI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2020.
KSPI sebesar 75 persen dari total pekerja di Indonesia itu telah memberikan masukan terhadap DPR terkait RUU Ciptaker.
Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, tim kerja tersebut akan mulai efektif bekerja mulai tanggal 18 Agustus hingga selesai.
Baca juga: Masyarakat Adat di Medan Tolak RUU Omnibus Law
Kemudian, Dasco bersama Panitia Kerja (Panja) RUU Omnibus Law Ciptaker Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menemui perwakilan KSPI yang mayoritas anggotanya dari kalangan buruh.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. (foto: rilis.id)."KSPI sebesar 75 persen dari total pekerja di Indonesia itu telah memberikan masukan terhadap DPR terkait RUU Ciptaker," ujar Dasco.
Sementara, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan pihaknya setuju dengan pembentukan Tim Kerja Bersama yang nanti akan diawasi langsung Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, di mana mereka akan membahas pasal demi pasal dalam RUU Ciptaker.
Said mengapresiasi langkah DPR yang akan membentuk tim kerja bersama karena dinilai telah memberi ruang dan membuka harapan terkait aspirasi kalangan buruh mengenai RUU Ciptaker.
Baca juga: KSPI Curiga DPR Kebut Pembahasan Omnibus Law
"Istilah kami ini benteng terakhir untuk memastikan agar aspirasi kaum buruh didengar, agar RUU Ciptaker khususnya kluster ketenagakerjaan tidak merugikan kaum buruh," ujarnya.
Menurut dia, kalau dalam diskusi di Tim Kerja Bersama itu diputuskan bahwa kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Ciptaker maka harus dijalankan.
Namun, kalau kluster tersebut harus tetap ada, maka jangan sampai UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak direduksi.
"Lalu dalam tim tersebut mendiskusikan hal-hal lain yang belum diatur dalam UU Tenaga Kerja untuk didiskusikan, misalnya terkait ekonomi digital, pekerja paruh waktu, dan 'unskill worker'," kata Said Iqbal. []