Jakarta - Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah menunggu keputusan akhir dari pemerintah terkait rencana holding badan usaha milik negara (BUMN). "Kita masih mengkaji opsi-opsi itu (holding). Nanti kita tunggu saja dari pemerintah," kata anggota Komisi VI DPR dari Partai Gerindra Andre Rosiade usai mengikuti rapat Panitia Kerja (Panja) Jiwasraya di Kompleks Parlemen, Rabu, 29 Januari 2020.
Andre berharap, keputusan pendirian holding pada sejumlah entitas usaha negara harus bersifat akhir. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi perubahan kebijakan apabila telah berganti periode kekuasaan. "Pokoknya opsi tersebut, harus opsi terbaik untuk rakyat indonesia, sehingga, tidak meninggalkan bom waktu dikemudian hari serta harus bersifat final," ujarnya.
Opsi tuntas ini akan disampaikan nanti oleh beliau. Sekarang beliau sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Ketika Tagar menanyakan bagaimana kelanjutan rencana holding asuransi, Andre belum dapat menyebutkan kapan realisasi tersebut akan dimulai. Yang jelas, dia menyebut bahwa Menteri Erick Thohir selaku bos BUMN sedang melakukan pembicaraan intensif dengan beberapa institusi terkait. "Opsi tuntas ini akan disampaikan nanti oleh beliau. Sekarang belaiu sedang berkoordinasi dengan pihak -pihak terkait," ucap dia.

Terbaru, pemerintah kembali menghidupkan wacana pembentukan holding beberapa rumah sakit yang dimiliki oleh perusahaan BUMN. Adapun, maksud penggabungan tersebut ditujukan agar BUMN induk dapat fokus pada bisnis inti masing-masing.
Sebenarnya apa pun kebijakan yang akan diambil pemerintah, harus punya blueprint yang komprehensfi, jadi biar ada satu guidance.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan mengenai kapan holding rumah sakit akan dilaksanakan. Berikut beberapa rumah sakit milik perusahaan BUMN yang dipercaya bakal dilebur.
1. RS Pertamina Pusat
2. RS Pelni
3. RS Antam Medika
4. Krakatau Medika Hospital (RS Krakatau Steel)
5. RS Pelabuhan (Pelindo II)
6. RS Primasatya Husada Citra Surabaya (Pelindo III)
7. RS Semen Gresik (Semen Indonesia)
Sebelumnya Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus menyiapkan blueprint atau cetak biru sebelum merencanakan pembentukan holding BUMN asuransi atau dana pensiun. "Sebenarnya apa pun kebijakan yang akan diambil pemerintah, harus punya blueprint yang komprehensif, jadi biar ada satu guidance. Itu mau diapakan, perbaikan tata kelolanya seperti apa," katanya kepada Tagar, Rabu, 8 Januari 2020.
Menurutnya, yang menjadi salah satu masalah di BUMN ini adalah seolah-olah BUMN itu mempunyai manajemen sendiri. Artinya, BUMN mengembangkan lini bisnisnya sendiri. Jadi, ada kesan BUMN tidak berkembang sesuai dengan core business (bisnis inti), padahal mereka banyak yang melakukan bisnis yang sama. "Contohnya bisa dilihat dari BUMN kaya, hampir semua punya usaha di bidang beton," ucap Enny.
Ennny mengatakan sebenarnya kalau BUMN yang mempunyai lini bisnis sama disinerjikan akan menjadi lebih efisien. Soal bentuk polanya seperti apa, perlu konsep yang jelas. "Jadi menurut saya, blueprint dan pengembangan tata kelola BUMN itu menjadi penting, agar nanti kebijakan pembenahan BUMN dalam satu arah yang jelas," ucapnya. []