Jakarta - Kabar viral menghebohkan media sosial setelah tersebar sebuah video yang menampilkan Direktur Utama Bank Nusa Tenggara Barat (NTB) Syariah, Kukuh Rahardjo tengah meminta izin istri untuk menikah lagi atau poligami.
Ternyata, gadis yang akan dinikahi Kukuh untuk dijadikan istri kedua merupakan adik dari istri pertamanya yang bernama Kartika Dewi Pertiana.
Dalam video tersebut, suara istri pertama menangis sembari mengiyakan sag suami untuk berpoligami. Ia juga meminta agar Kukuh dapat bersikap adil pada dirinya dan anak-anak.
"Berjanji bersikap adil, berjanji ayah akan menerima bunda, adik, anak-anak dan seterusnya," tutur istri pertama.
Bagaimana pernikahan tersebut dalam Islam?
Dilansir dari Tebuirung Online, hukum laki-laki menikahi perempuan kakak beradik sekandung dan satu Wali Nikah adalah tidak sah dan akadnya fasid atau rusak. Pendapat ini sesuai dengan empat mazhab, baik Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
Dinukil dari Kitab al Fiqh ‘ala al Madzahib al Arba’ah, Juz 4, Halaman 68-74, terbitan Daar el Fikr dijelaskan secara rinci seperti di bawah.
1. Mazhab Hanafi
“Kalau yang dimaksud tersebut adalah mengumpulkan dua orang perempuan yang bersaudari kandung, maka hukumnya tidak boleh atau tidak halal. Tetapi kalau yang dimaksud itu, mengumpulkan dua akad dengan perempuan yang berbeda, beda wali nikah, beda mahar maka Mazhab Hanafi membolehkannya atau sah nikah nya”.
Contohnya, ketika ada seorang laki-laki menikahi seorang perempuan yang punya anak perempuan dari suami sebelumnya, karena akibat perceraian atau si suami sebelumnya itu meninggal.
Lalu si laki-laki ini menikahi perempuan itu dan anak dari perempuan itu sekaligus, (karena ini beda wali nikah dan beda nasab), maka yang demikian ini boleh dikumpulkan menjadi satu pernikahannya. Karena hal ini, keduanya (perempuan itu dan anak perempuannya), bagi si laki-laki itu adalah wanita Ajnabiyah, perempuan lain.
2. Mazhab Maliki
Kalau yang dimaksud mengumpulkan dua bersaudari sekaligus, maka mutlak haramnya, dengan kata lain tidak sah pernikahannya. Akad yang dianggap sah, adalah akad yang pertama, sedangkan akad setelahnya termasuk akad yang fasid atau rusak dan tidak sah.
Sementara itu, jika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan karena ditinggal mati atau bercerai, yang punya anak perempuan, lalu keduanya dinikahi si laki-laki, Mazhab Maliki berpendapat bahwa pernikahan itu juga haram atau tidak sah. Karena menikahi anak dari perempuan itu sama saja haram jika ibunya juga dinikahinya.
3. Mazhab Syafi’i
Mengumpulkan dua bersaudari sekaligus dan menikahinya maka mutlak keharamannya, atau akadnya tidak sah.
Bagaimana jika seperti kasus di atas, misalnya menikahi seorang perempuan yang punya anak perempuan. Keduanya dinikahi oleh si laki-laki?
Dalam Mazhab Syafi’i, pernikahan yang sah itu adalah akad nikah yang pertama. Kalau yang dinikahi itu lebih dulu si ibu dari anak perempuannya, maka akadnya yang sah yang pertama. Begitu juga sebaliknya kalau yang dinikahi itu anak perempuannya terlebih dahulu baru ibu, maka yang dianggap sah adalah akad dengan anak perempuan tersebut.
4. Mazhab Hanbali
“Kalau yang dimaksud mengumpulkan dua bersaudari sekaligus dalam satu skad nikah, maka hukumnya mutlak haram, tidak sah akad nya,”
Bagaimana kalau akad tersebut berturut-turut, dalam waktu yang berbeda atau laki-laki itu tidak tahu atau tidak mengerti kalau kedua wanita yang dinikahi itu satu saudari kandung?
Kalau belakangan laki-laki itu mengerti dan paham kalau keduanya bersaudari, maka harus diceraikan kedua-duanya sekaligus. Kalau si laki-laki itu tidak mau menceraikan, maka hakim yang harus turun tangan. []
Baca juga:
- Profil Kukuh, Dirut Bank Syariah NTB Nikahi Adik-Kakak
- Undang-Undang yang Mengatur Pernikahan Sedarah