Jakarta - Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Edhi Baskoro Yudhoyono atau akrab disapa Ibas mengungkapkan kebijakan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri saat ini, harus memiliki dampak kebermanfaatan hingga masa yang akan datang.
“Kebijakan kita hari ini, harus mampu melindungi kebutuhan generasi kita terhadap BBM di masa yang akan datang,” ujar Ibas di ruang rapat Banggar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 22 Februari 2020.
Maka dari itu, Banggar DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan menghadirkan Arcandra Tahar, selaku pakar dan Hadi Ismoyo selaku Sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI). Agar kata dia, Banggar mendapat formula tepat sebagai bahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.
“Kami ingin mendengarkan informasi dan analisa terhadap kondisi harga serta produksi BBM saat ini. Sehingga bisa membuat keputusan yang tepat terhadap kebijakan BBM nantinya,” tutur Ibas.

Konflik Timur Tengah
Arcandra Tahar mengungkapkan bahwa konflik Timur Tengah secara langsung tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi produksi minyak dalam negeri. Sebab, suplai minyak mentah Indonesia menurutnya tidak tergantung dari negara-negara di Timur Tengah.
Apalagi, kini konsep Cost Recovery berubah menjadi Gross Split. Maka, menurut dia memberikan dampak bagi sektor BBM di Indonesia.
"Skema kontrak bagi hasil kotor atau gross split lebih menarik investor dalam mengelola blok minyak dan gas bumi dari pada cost recovery. Terbukti, semenjak diganti menjadi gross split pada 2017, kita sudah berhasil melelang blok migas, lima di tahun yang sama. Kemudian, sembilan di pada 2018 dan tiga pada 2019," tuturnya.
Selaras dengan Arcandra, Hadi Ismoyo mengungkapkan bahwa perang tidak berdampak langsung pada produksi migas nasional, namun berdampak pada revenue melalui mekanisme harga.
“Jika diperlukan, impor dari Saudi Arabia dapat dialihkan ke negara-negara produsen lain seperti Afrika Barat, Rusia, AS, Amerika Latin," ucap dia.
Untuk mengantisipasi kebutuhan pasokan BBM dalam negeri, Hadi menyarankan pemerintah untuk memperhatikan produksi migas nasional. Hal tersebut, untuk menjaga pasokan dalam jangka panjang.
"Sehingga untuk menuju roadmap 1 juta barrel minyak per hari pada 2030, perlu menyatukan visi dan misi seluruh stakeholder migas baik teknis maupun non teknis," tutur Hadi.
Untuk diketahui, Indonesia mengimpor minyak mentah dari pasar mancanegara dengan persentas 29,4 persen berasal dari Nigeria, 41 persen dari Saudi Arabia, 14,2 persen dari Australia, 5 persen dari Aljazair.
Negara tersebut merupakan pemasok lima besar minyak mentah ke Indonesia. Oleh sebab itu, jika terjadi konflik di Timur Tengah memang berdampak, tetapi pengaruhnya tidak terlalu signifikan bagi Indonesia, karena Indonesia punya banyak alternatif suplai minyak dari beberapa negara. []