Jakarta – Baru-baru ini telah beredar foto yang memperlihatkan Setya Novanto yang sedang berada di Lapas bersama beberapa orang, di dalam foto tersebut terlihat ada sebuah ponsel tepat di depan Setnov yang disinyalir ponsel tersebut adalah miliknya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan beredarnya foto terpidana mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, (DPR RI) Setya Novanto, dengan sebuah ponsel di depan Lapas memperlihatkan kebobrokan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhumkam) dalam pengelolaan penjara.
"Terkait foto terpidana Setya Novanto menggunakan ponsel yang beredar di tengah masyarakat semakin memperlihatkan kebobrokan Kementerian Hukum dan HAM dalam mengelola lembaga pemasyarakatan yang diisi oleh para pelaku korupsi," ujar Kurnia Ramadhana saat diwawancarai Tagar TV, Senin, 19 Juli 2021.
Maka dari itu lebih baik memang mantan Ketua DPR-RI ini dipindahkan ke Lapas Nusakambangan dengan sel pengawasan yang maksimum.

Karena hal tersebut, ICW mendesak Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk memindahkan Setnov ke Lapas Nusakambangan. Kurnia mengatakan karena ini bukan yang pertama kalinya, tetapi sebelumnya juga pernah terjadi saat Setnov diketahui plesiran ke toko bangunan di Padalarang.
“Maka dari itu lebih baik memang mantan Ketua DPR-RI ini dipindahkan ke Lapas Nusakambangan dengan sel pengawasan yang maksimum,” ujarnya.
ICW mengingkan Setnov di tempatkan di sel tahanan yang penjagaannya ketat seperti Lapas Nusakambangan, karena melihat Lapas Sukamiskin yang terus menerus terbukti melakukan pelanggaran.
“ICW mengusulkan penting di setiap Lapas yang menempati koruptor disana ada CCTV dan dihubungkan ke kantor penegak hukum. Seperti kepolisian, kejaksaan, atau KPK karena selama ini pengawasan tunggal Kemenkumham tidak berbenah diri,” ucapnya.
Hukum di Indonesia, kata Kurnia, dikenal publik sebagai hukum yang tajam ke bawah dan tumpul keatas. Berarti hukum berat hanya untuk orang bawah, sedangkan bagi para koruptor seringkali mendapatkan perlakuan istimewa.
Kurnia mengatakan jika soal korupsi di Indonesia tidak akan mungkin berubah prinsipnya kalau tidak ada political will dari cabang-cabang kekuasaan. Seperti dari Pemerintah, DPR, dan Lembaga Kekuasaan Kehakiman.
“Saat ini saja regulasinya masih banyak celah masih banyak aturan aturan yang memungkinkan koruptor dihukum ringan,” katanya.
Kurnia juga mengatakan bahwa memang selama ini belum ada politik hukum yang memperkuat aspek pemberantasan korupsi. Hal yang sama dengan lembaga kekuasaan kehakiman di Indonesia yang dinilai tidak adil dalam memberikan vonis terhadap koruptor, sehingga sangat merugikan bagi masyarakat.
“Dari kasus Setnov ini memperlihatkan kepada kita bahwa Lembaga Pemasyarakatan belum cukup bisa untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi,” ujarnya.
Kurnia juga mengatakan bahwa masih banyak celah yang harus dituntaskan dan bagi para koruptor yang selalu berulah memang penting harus ada tindakan tegas, salah satunya adalah memindahkan mereka semua ke Pulau terpencil di Nusakambangan dengan sistem pengawasan yang ketat.
(Selfiana)