Jakarta - Indonesia for Global Justice (IGJ) mendesak pemerintah Indonesia menolak keputusan sepihak pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) yang mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang.
Sebab, menurut Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti keputusan tersebut akan menguntungkan negara adidaya tersebut.
"Aksi proteksionisme AS dalam perdagangan global terus menggerus kepentingan negara-negara berkembang, bahkan perundingan perjanjian perdagangan secara bilateral yang dilakukan AS hanya akan menjadi alat bagi mereka memperkuat pengaruhnya di WTO," kata Rachmi Hertanti dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat, 28 Februari 2020 seperti dilansir dari Antara.
Oleh karena itu, kata dia jangan sampai kunjungan pemerintah Indonesia ke AS dalam waktu dekat ini, malah melegitimasi kepentingan negara adidaya itu sendiri.
Sebab, tuntutan AS ini juga berdampak lebih luas terhadap kepentingan strategis perdagangan Indonesia, khususnya di dalam perundingan WTO dan perjanjian perdagangan internasional lainnya.
"Desakan AS ini juga merupakan upaya mereka untuk menghentikan pembahasan Doha Development Agenda (DDA) yang merupakan kepentingan besar negara berkembang di WTO, khususnya terkait dengan aturan implementasi special and differential treatment," ucapnya.
Terlebih, jika revisi status negara berkembang dilakukan terhadap Indonesia, maka ini akan berimplikasi terhadap perundingan perjanjian pertanian dan perjanjian subsidi perikanan.
"Di mana Indonesia juga punya kepentingan besar," kata dia.
Untuk itu, Rachmi menekankan pentingnya mendudukkan persoalan status negara berkembang, bukan sebagai persoalan tunggal, terkait dengan hubungan dagang Indonesia dan AS semata.
Melainkan, harus dilihat lebih luas lagi dalam konteks relasi dagang Indonesia dengan negara-negara lain di dunia, khususnya di WTO, dalam jangka panjang. []