Tegal - Sambut Tahun Baru Imlek 2571, Kelenteng Hok le Kiong di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah telah mempercantik bangunan dengan pernak-pernik berwarna merah mulai dari lampion, lilin, dan patung dewa. Menariknya, di tempat ini juga sudah lama memajang lukisan Presiden keempat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Saat memasuki salah satu ruangan di kelenteng tersebut, tampak lukisan Gus Dur memakai peci rotan dan mengenakan pakaian tradisional China, Changshan, terpasang di dinding ruangan. Hal itu tentu bukan tanpa alasan, gambar pria kelahiran 7 September 1940 itu dipasang oleh pengurus kelenteng.
Karena jasa Gus Dur, etnis dan agama kami diberi ruang yang sama dengan etnis dan agama-agama lain.
Bagi umat Konghucu dan etnis Tionghoa, Gus Dur dinilai sebagai sosok yang berjasa bagi mereka. Itu karena di zaman pemerintahannya itu, ayah dari Yenny Wahid ini memberikan mereka kebebasan untuk beribadah dan menjalankan tradisi perayaan Imlek.
Hal mengagumkan lainnya Gus Dur pula yang menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional.
"Karena jasa Gus Dur, etnis dan agama kami diberi ruang yang sama dengan etnis dan agama-agama lain, setelah bertahun-tahun dimarjinalkan oleh Orde Baru, baik dalam beribadah maupun perayaan Imlek," ujar pengurus Kelenteng Hok Ie Kiong, Paulus Apau Tanoedjaja, Kamis 23 Januari 2020.
Sosok Gus Dur juga dikenal memiliki kepedulian terhadap toleransi di Indonesia. Sehingga hal itulah yang menginspirasi pengurus kelenteng ketika menggelar perayaan 100 tahun Kelenteng Hok le Kiong pada 2015 lalu. Dalam acara itu, pengurus kelenteng mengundang ulama kharismatik asal Pekalongan, Habib Luthfi bin Yahya, ulama terkemuka Tegal KH Khambali Usman, dan tokoh lintas agama lain.
"Mulai dari situ kami mulai membuka diri. Artinya kelenteng ini boleh didatangi oleh siapapun, tidak hanya untuk masyarakat Tionghoa," ucap Paulus.
Kelenteng Hok le Kiong ini berlokasi di Jalan Jenderal Ahmad Yani Nomor 18 Slawi dibangun pada 1915. Penandanya adalah sebuah papan bertuliskan tahun 1915 menggunakan bahasa Belanda dan sebuah prasasti yang mencantumkan nama-nama donatur pembangunan kelenteng.
Sayangnya, bangunan asli kelenteng yang sudah berusia 105 tahun itu tak banyak yang dipertahankan, setelah dilakukan tiga kali renovasi. Hanya lukisan, patung dewa-dewi, ukiran, dan sejumlah barang untuk keperluan sembahyang yang ada sejak kelenteng itu dibangun, ternyata masih bisa ditemui hingga kini.
Seperti banyak dijumpai di kelenteng-kelenteng lainnya, berbagai ornamen dan simbol yang berhubungan dengan kepercayaan Buddha, Tao dan Konfusianisme menempel di bangunan kelenteng yang sudah memiliki ratusan umat ini.
Salah satunya adalah ornamen sepasang naga di bagian atap kelenteng yang sedang memperebutkan matahari. Naga dalam kepercayaan warga keturunan Tionghoa sebagai binatang yang melambangkan keadilan, kekuatan dan penjaga barang-barang suci.
Hok le Kiong sebagai nama kelenteng juga termasuk yang masih dipertahankan sejak tempat ibadah itu berdiri. Nama bangunan itu berarti istana yang memancarkan keberuntungan.
"Nama kelenteng asli dari dulu. Ada di prasasti yang kita temukan," kata dia. []
Baca juga: