Jakarta - Saat ini, mudahnya akses informasi terkhususnya di media sosial menjadikan munculnya hal-hal yang bersifat bias. Salah satunya adalah penasehat investasi yang dilakukan oleh influencer. Menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda, menjadi penasehat investasi harus melalui persyaratan yang cukup ketat.
“Memang kalau kita lihat peraturan kalau untuk menjadi penasehat investasi, itu melalui sebuah persyaratan yang cukup ketat sebanarnya,” ucapnya dalam wawancara di kanal YouTube Tagar TV, pada hari Senin, 7 Maret 2022.
Dalam hal ini, Nailul Huda menjelaskan jika influencer yang tidak memiliki background ataupun pengalaman investasi dan mengajak khalayak untuk berinvestasi merupakan suatau tindakan yang berbahaya, terlebih investasi tersebut bersifat bodong.
OJK harus memaksa perusahaan yang bergerak di bidang investasi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dengan tidak memberikan ruang bagi influencer yang tidak dalam skalanya atau kapasitasnya memberikan nasehat investasi ataupun semacamnya, begitu.

“Yang menjadi masalah sebenarnya ketika masyarakat ternyata tidak mengetahui resikonya, namun cuma mengetahui manfaat dari apa yang mereka lihat dari influencer dan ikut investasi tersebut. Ketika influencer tersebut mengajak masyarakat untuk ikut platformnya, maka itu sudah bisa dikatakan pidana karena merugikan masyarakat secara luas,” kata Nailul Huda
Nailul Huda mengatakan jika menjadi penasehat investasi dilihat dari kemampuan dan background dari calon penasehat investasi tersebut.
- Baca Juga: Peneliti INDEF: Investasi Bodong dengan Robot Trading
- Baca Juga: Peneliti INDEF: Cara Kerja Binary Option CS 'Merampok' Masyarakat
“Minimal mereka sudah berkecimpung di dunia investasi entah itu pialang, broker, ataupun mereka yang memiliki background sebagai, lebih belajar ekonomi begitu,” katanya.
Dalam kasus ini, Nailul Huda mengatakan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu ditingkatkan dalam memberikan literasi keuangan bagi masyarakat, khusunya literasi keuangan digital.
“Meningkatkan literasi keuangan dari masyarakat. Dan juga ditambah dengan literasi keuangan digital. Literasi keuangan digital ini saya rasa masih sangat rendah,” katanya.
Selain itu, Nailul Huda juga mengatakan jika OJK harus memaksa perusahaan investasi untuk tidak memberikan ruang influencer dalam memberikan nasehat investasi.
“OJK harus memaksa perusahaan yang bergerak di bidang investasi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dengan tidak memberikan ruang bagi influencer yang tidak dalam skalanya atau kapasitasnya memberikan nasehat investasi ataupun semacamnya, begitu,” katanya.
Nailul Huda juga mengatakan peran Kominfo juga penting dalam memberikan literasi digital untuk masyarakat dalam mengedukasi masyarakat.
Dari sisi pemerintah secara umum, khusunya Kominfo memberikan semacam literasi digital ke masyarakat agar bisa memilih dan memilah sumber informasi yang istilahnya terpercayalah untuk dia memengaruhi kegiatan investasi masyarakat,” katanya.
Selain peran OJK dan pemerintahan, masyarakat juga perlu mengambil peran. Dalam investasi ini, masyarakat harus lebih berhati-hati. Hal yang dapat dilakukan agar tidak terjebak dalam investasi bodong adalah mengecek platform atau situa investasi, apakah sudah terdaftar di OJk atau belum.
“Mengecek platform atau situs investasi tersebut sudah terdaftar di OJK atau belum,” kata Nailul Huda.
- Baca Juga: Kominfo Sudah Blokir Binomo, Peneliti INDEF Ungkap 2 Alasan Binomo Masih Bisa Diakses
- Baca Juga: 5 Investasi Unik yang Bisa Kamu Lirik di Tahun 2022
Selain mengecek di OJK, Nailul Huda menghimbau masyarakat agar melihat potensi scam investasi tersebut. Salah satunya dengan cara melihat keuntungan yang ditawarkan.
“Masyarakat harus bisa melihat potensi fraud atau scam dari sebuah platform ataupun modus investasi. Sebenarnya paling gampangnya itu melihat potensi keuntungan yang ditawarkan oleh para penipu ini bahwa kalau seumpamanya dia lebih dari 20% bahkan sampai 70%, itu sebenarnya sudah 99% itu bisa dijamin itu scam ataupun fraud. Karena untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar itu sangatlah susah,” ujarnya.
Terkahir, masyarakat harus mencari informasi yang benar sebelum berinvestasi. “Memilah dan memilih sumber informasi investasi yang memang dari orang-orang sudah ataupun yang dia memiliki kapasitas terkait pasar saham, keuangan, dan lain sebagainya,” kata Nailul Huda.
(Ni Nyoman Mastika Mega Puspita)