Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menginstruksikan kepada maskapai asal Indonesia agar meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian jika akan melintas di wilayah udara beberapa negara di Timur Tengah termasuk Iran, menyusul memanasnya situasi geopolitik di kawasan tersebut.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti, menilai kondisi wilayah udara Irak, Iran, Teluk Persia dan Teluk Oman perlu untuk diwaspadai mengingat peningkatan eskalasi konflik di wilayah tersebut.
Instruksi penikatan kewaspadaan Badan Usaha Angkutan Udara (BUAU)/ maskapai asal Indonesia untuk mengantisipasi keselamatan dan keamanan penerbangan itu tertuang melalui surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor AU.008/1/2/DRJU.DAU/2020 tanggal 8 Januari 2020 perihal Peringatan Overflying Kawasan Konflik.
"Memperhatikan peningkatan eskalasi konflik di wilayah Timur Tengah, khususnya Irak, Iran, Teluk Persia, dan Teluk Oman, seluruh maskapai diharapkan dapat meningkatkan kehati - hatian dan juga kewaspadaan," kata Polana melalui siaran pers yang diterima Tagar, Rabu, 8 Januari 2020.
Polana juga memastikan, hingga saat ini pesawat asal Indonesia yang akan melewati daerah tersebut telah di-reroute untuk menjauhi area konflik. Sedangkan untuk pesawat yang menuju Saudia Arabia diimbau agar tidak melewati wilayah konflik.
"Kami akan selalu memonitoring seluruh maskapai nasional yang melakukan penerbangan internasional. Hal itu untuk terus menjaga keselamatan, keamanan dan pelayanan terbaik bagi penguna jasa penerbangan," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, situasi politik di sejumlah negara di Timur Tengah seperti Irak, Iran, Teluk Persia, dan Teluk Oman mulai meningkat menyusul terbunuhnya petinggi militer Iran, Jenderal Qassim Soleimani, oleh pasukan Amerika Serikat (AS) di Irak.
Puncaknya, militer Iran mulai menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Irak dengan rentetan tembakan roket balistik pada Rabu dini hari, 8 Januari 2020. Salah satu sumber Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) bahkan mengklaim serangan tersebut menewaskan 80 tentara AS dan melukai 200 orang lainnya. []