Pematangsiantar - Pria warga Kota Pematangsiantar ini lihai membuat miniatur dengan berbagai ukuran, meski memiliki keterbatasan peralatan. Motivasi menggeluti bidang ini, selain kebutuhan ekonomi juga niat melestarikan warisan sejarah dan budaya.
Dia adalah Iyong Damanik, 38 tahun, berprofesi sebagai seniman miniatur, tinggal di sebuah rumah kecil di Jalan Makassar, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Setiap hari Iyong, merancang berbagai miniatur menggunakan peralatan seadanya. Ayah dua anak itu memilih menggeluti dunia ini sejak beberapa tahun silam sejak kondisi fisiknya tak lagi baik.
"Ada berbagai macam miniatur, tergantung pesanan. Biasa Becak Siantar (BSA), Rumah Adat Simalungun, miniatur bus. Sudah tiga tahun lebih bekerja seperti ini. Karena dulu sempat sakit selama enam bulan. Jadi memilih membuat miniatur selain untuk kebutuhan hidup, ya juga untuk melestarikan budaya lokal," ungkap Iyong, saat ditemui Tagar, Jumat 11 November 2019.
Pilihan itu seperti menapaki jalan terjal dan berbatu, karena bukan hal yang mudah menjadi seorang pengrajin sekaligus kepala rumah tangga.
Selain itu, setiap miniatur yang dibuat harus turut mengikuti bentuk asli. Iyong juga harus mengetahui bentuk dan filosofi dari tiap desain yang dibuatnya.
"Ya, beberapa mungkin tidak terlalu sulit, seperti miniatur bus, namun jika seperti rumah adat, Rumah Bolon, kita harus tau ornamen dan maknanya, jadi miniatur dapat menggambarkan bentuk aslinya. roh (miniatur)-nya hidup," ungkap Iyong.
Miniatur Rumah Adat Simalungun, Rumah Bolon. (Foto: Tagar/Anugerah Nst)
Tidak semua orang mampu dan tertarik menggeluti profesi ini. Apalagi di zaman modern saat semua serba instan.
Seiring berjalan waktu, Iyong semakin tekun menjalani profesinya. Tak sekadar untuk mendapatkan penghasilan, ia punya keinginan kuat untuk melestarikan budaya lokal.
Jadi lewat miniatur ini, kita turut melestarikan kebudayaan
Salah satunya miniatur BSA dan rumah adat masyarakat Simalungun, Rumah Bolon, yang berada di Pamatang Purba, Kabupaten Simalungun, yang sudah jarang diketahui banyak orang.
Bagi lelaki berkulit sawo matang ini, miniatur BSA, dan Rumah Bolon mengandung ilmu sejarah kehidupan yang sangat berguna.
Selain bisa menjadi koleksi hiasan rumah, ada catatan historis dari ikon Kota Pematangsiantar dan masyarakat Kabupaten Simalungun untuk generasi mendatang.
Miniatur BSA atau Becak Siantar buatan Iyong Damanik. (Foto: Tagar/Anugerah Nst)
"BSA sebagai Becak Siantar sudah jarang ditemui, demikian juga seperti Rumah Bolon, peninggalan sejarah yang tersisa dari suku Simalungun. Jadi lewat miniatur ini, kita turut melestarikan kebudayaan. Setidaknya hal itu yang saya pedomani setelah beberapa tahun menggeluti pekerjaan saya," terangnya.
Untuk membuat satu miniatur BSA, Iyong membutuhkan waktu selama tiga hari. Harga satu miniatur dibanderol Rp 300 ribu. Sedangkan untuk Rumah Bolon, Iyong membutuhkan waktu tujuh hari, dengan harga per unitnya Rp 1 juta.
Dengan menggeluti profesi itu, Iyong ingin terus belajar. "Saya merasa belum maksimal karena keterbatasan peralatan yang saya punya saat ini. Makanya ingin terus belajar. Saya mohon ada perhatian dari pemerintah untuk membantu peralatan kerja agar hasilnya lebih baik," sebutnya.[]