Izin Empat Pulau Tak Dicabut, Puput: Anies Harus Ambil Alih

Puput TD Putra sebut Pemprov harus ambil alih dan kelola menjadi ruang publik untuk memulihkan fisik lingkungan Teluk Jakarta.
Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta.(Foto: Antara Foto)

Jakarta, (Tagar 28/9/2018) - Belum lama ini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut izin prinsip 13 pulau reklamasi. Pencabutan ini adalah bagian dari penuntasan janji kampanye Anies bersama Sandiaga Uno pada Pilkada 2017 yang lalu.

Adanya pencabutan ini ternyata justru disetujui oleh Kawal Wahana Lingkungan Hidup (Kawalhi). Hal itu karena menurut Direktur Eksekutif Kawal Wahana Lingkungan Hidup (Kawalhi) Puput TD Putra, reklamasi tersebut nantinya akan merusak lingkungan dan ekosistem akibat proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

"Ya gak apa-apa sudah betul itu (13 pulau dicabut). Kalau di Jakarta gak ada dampak positif dari reklamasi. Itu karena Jakarta sendiri gak butuh adanya reklamasi. Tapi pemulihan Jakarta," kata Puput TD Putra saat dihubungi Tagar News, Jumat (28/9).

Alasan lainnya akibat reklamasi itu, kata dia dampak sosial  juga berpengaruh terhadap reklamasi tersebut, seperti perubahan kultur budaya menjadi terganggu. Itu disebabkan karena ruang publiknya diprivatisasi oleh adanya reklamasi.

"Misalkan dampak sosialnya. Perubahan kultur budaya yang biasa ada rutin budaya karena ruang publiknya diprivatisasi sama reklamasi, itu terganggu. Tentang lingkungannya juga terjadi endapan sedimentasi atau perubahan arus laut," ucap Puput.

Sekadar mengingatkan ada empat pulau reklamasi di Teluk Jakarta yang izin pembangunannya tidak dicabut oleh Pemprov DKI Jakarta, yaitu C, D, G,dan N. Hal itu alasannya karena pulau itu sudah terlanjur dibangun.

Melihat keempat pulau reklamasi tidak dicabut Pemerintah, dia menegaskan Pemrov DKI Jakarta juga harus bisa mengambil alih kawasan itu dari tangan pengelola pihak swasta (pengembang). Sehingga Pemprov juga dapat mengelola kawasan itu untuk pemulihan fisik lingkungan di Teluk Jakarta menjadi ruang sarana publik masyarakat.

"Ada yang belum dicabut alasannya kan karena sudah terlanjur dibangun. Kalau saya gak apa-apa tidak dicabut, bahasanya diambil alih sama Pemprov dikelola terus dijadikan tempat untuk area-area pemulihan lingkungan di Teluk Jakarta. Tapi kalau tidak dicabut (Pulau C, D, G, N), dikelola sama swasta sama aja gubernur masih mendukung adanya reklamasi," ujar dia.

"Jadi sebenarnya empat pulau ini yang belum dicabut izinnya diambil alih dan dikelola untuk pemulihan lingkungan menjadi ruang sarana publik Jakarta. Itu karena kalau kita harus bongkar lagi itu kan dampaknya akan sama, ada dampak lingkungan dan ekonominya juga. Biayanya tinggi, terus mau dikemanakan material itu. Kalau kita kembalikan ke Banten misalkan ke semula juga akan berdampak disana nanti pencemaran," ungkapnya.

"Lahan yang sudah terbangun bisa dijadikan ruang masyarakat umum dan privasi. Atau dapat menjadi tempat ruang publik menjadi berbasis konservasi," ungkap dia.

Maka dari itu, mantan Ketua Walhi ini meminta kerusakan lingkungan yang telah terjadi akibat reklamasi tersebut segera dipulihkan. Untuk itu semua stakeholder yang terkait harus bertanggungjawab melakukan perbaikan. "Semua stakeholder yang terkait, baik itu masyarakatnya, pemerintahnya, sama-sama mendesain komunikasi untuk pemulihan," ucapnya.

Lanjut dia menambahkan, bangunan-bangunan yang sudah terbangun supaya tidak dilakukan pembongkaran sehingga tidak memberikan dampak kerusakan lingkungan dan biaya besar.

Sementara Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Wilayah DKI Jakarta Moestaqiem Dahlan menilai dampak dari reklamasi itu berpengaruh pada perubahan bentang alam yang pastinya dapat mengakibatkan bencana. Bahkan dia juga tak memungkiri reklamasi itu juga berdampak pada tenggelamnya Jakarta.

"Udah jelas (Jakarta tenggelam). Kalau dibilang reklamasi dibilang kemarin untuk mengatasi banjir sudah salah. Sekarang lautnya diuruk, ketika dilakukan perubahan bentang alam pasti akibat bencananya pasti ada," ucap Moestaqiem Dahlan saat dihubungi Tagar News, Jumat (28/9).

"Saya apresiasi 13 pulau dicabut izinnya. Kemudian kalau empat belum dicabut ya segera dilakukan audit lingkungan. Auditnya dulu dilakukan. Empat pulau ini tidak dicabut karena sudah jadi. Kemudian kalau N ini sudah lebih awal karena berkaitan dengan pelabuhan," tuturnya.

Berkaitan dengan pulau C, D, dan G memang tak mungkin untuk dicabut izin pembangunannya karena tiga pulau itu sudah dibangun. Sehingga tidak mungkin untuk dilakukan pembongkaran.

"Ini kan sudah terlanjur jadi nih yang tiga pulau sudah terlanjur jadi nih. Daripada dobel kerugiannya ya segera dicarikan solusi yang terbaik, baik dari perspektif sosial ,hukum, lingkungan, ekonomi yang akhirnya tidak ada yang dirugikan. Kalau dirobohinlah artinya kita punya dua kerugian,yaitu rugi udah dibangun, sekarang rugi lagi mau ngancurin lagi. Jadi dobel," ungkapnya.

Sebagai aktivis lingkungan hidup, dia meminta kepada Gubernur Anies untuk segera menindak lanjuti temuan BPK dengan mengaudit kerusakan lingkungan akibat proyek reklamasi tersebut. "Empat pulau yang terbangun terutama C, D, dan G apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran harus segera diaudit dan hasil auditnya dipublish ke masyarakat," ujarnya.

"Jadi setelah dilakukan audit lingkungan kita tahu bahwa kerusakan lingkungannya seperti apa, bagaimana dampaknya, berapa nilainya. Kalau memang pemerintah menemukan adanya kerusakan lingkungan ya segera ditindak korporasi yang melakukan kerusakan lingkungan. Ya harus ditindak dengan tegas oleh hukum," paparnya menambahkan.

Sebagai informasi ada 17 pulau reklamasi yang rencananya dibangun di Teluk Jakarta. Namun ada 13 pulau reklamasi yang dicabut izinnya oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Berikut 13 pulau reklamasi yang dicabut izinnya:

- Pulau A, B, dan E (pemegang izin: PT Kapuk Naga Indah)

- Pulau I, J, dan K (pemegang izin: PT Pembangunan Jaya Ancol)

- Pulau M (pemegang izin: PT Manggala Krida Yudha)

- Pulau O dan F  (pemegang izin: PT Jakarta Propertindo)

- Pulau P dan Q  (pemegang izin: PT KEK Marunda Jakarta)

- Pulau H (pemegang izin: PT Taman Harapan Indah)

- Pulau I (pemegang izin: PT Jaladri Kartika Paksi). []

Berita terkait