Jakarta – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permintaan sejumlah pegawai non-aktif untuk mencabut atau membatalkan berita acara rapat koordinasi tindak lanjut hasil asesmen Tes Wawancara Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam berita acara tertanggal 25 Mei 2021 dimaksud, disebutkan bahwa 51 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos TWK dan akan diberhentikan dengan hormat pada 1 November 2021.
Sementara untuk 24 pegawai lainnya akan menjalani pendidikan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan paling lambat bulan juni 2021. Penolakan pimpinan KPK ini telah tertuang dalam surat nomor: R/1817/HK.07/01-50/06/2021 tertanggal 30 Juni 2021.
Dalam surat tersebut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan bahwa rapat koordinasi tanggal 25 Mei 2021 merupakan implementasi dari peraturan pemerintah nomor 41 Tahun 2020 tentang pengalihan pegawai KPK menjadi ASN.
Menurut saya ini sebuah pertanyaan yang sangat bahaya yang juga anti konstitusi karena tidak memahami apa itu pancasila dan apa itu Al-Quran.

Pakar hukum Luthfi Yazid, mengatakan bahwa sebelumnya dirinya pernah mengikuti pemilihan calon pimpinan KPK, sebelum akhirnya yang terpilih adalah Firli Bahuri.
“Saya lolos dalam beberapa tahap, tapi akhirnya saya tidak lolos dan saya bersyukur. Saya juga menghadapi tes yang menurut saya agak aneh,” ujar Luthfi saat diwawancarai Tagar TV, Senin, 5 Juli 2021.
“Menurut saya ini sebuah pertanyaan yang sangat bahaya, yang juga anti konstitusi karena tidak memahami apa itu pancasila dan apa itu Al-Quran,” katanya.
Luthfi juga menceritakan saat dirinya mengikuti tes, ia juga melewati pertanyaan-pertanyaan aneh, Luthfi yang saat itu merupakan pengacara Prabowo – Sandi saat Pilpres 2019, menggugat Pancasila sebagai pilar yang disebut empat pilar dan Pancasila disamakan dengan UUD 1945.
Ia mengugat hal tersebut di Mahkamah Konstitusi yang mewakili kawan-kawan Joglosemar, dan telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 100/PUU II Tahun 2013 bahwa Pancasila itu bukan sebagai pilar tapi sebagai dasar negara.
“KPK seharusnya independen dan itu yang menjadi kelebihan dari KPK, jalau kemudian penyidik KPK jadi ASN gimana psikologis mereka untuk menyidik pejabat karena menjadi ASN,” ujar Luthfi.
Luthfi juga menyayangkan mengapa hal tersebut terjadi dan ia menganggap bahwa ini merupakan suatu kemunduran yang luar biasa dan suatu kejanggalan.
“Menurut saya langkah kawan-kawan untuk mengajukan KPK ke PTUN itu sudah benar, karena untuk mengajukan gugatan ke PTUN harus dilakukan keberatan administrasi, dan ini hal yang benar. Itu telah di atur dalam Mahkamah Agung No 6 Tahun 2018,” ucapnya.
Kepala Satgas Penyidikan Non-aktif Andre Dedi Nainggolan menilai pimpinan KPK tidak mampu menjawab surat keberatan tersebut karena yang didapat hanya balasan berisi penjelasan mengenai kronologis dan rangkaian peristiwa yang sudah termuat dalam pemberitaan media massa.
“Ya memang mestinya pimpinan KPK yang sekarang itu jawab saja karena ia punya tanggung jawab untuk menjelaskan pada publik, jadi bukan hanya keberatan-keberatan dan hanya dijawab secara formalitas saja. Jadi berikan argumen sehingga publik ada pembelajaran,” katanya.
“KPK harus dibenahi dan masyarakat memberi support maksimal agar lembaga ini bisa di selamatkan. Kita harus tetap memperjuangkan KPK sebagai wadah atau lembaga yang disegani yang maksimal fungsinya,” ujarnya.
(Selfiana)