Jakarta -Etnis muslim minoritas di Myanmar, Rohingya melakukan doa bersama memohon agar Pengadilan Internasional (ICJ) yang akan bersidang di Den Haag, Belanda mengenai penyelidikan dugaan pembantaian massal atau genosida bisa memberikan keputusan yang adil buat mereka. Sidang akan digelar mulai Selasa 10 Desember 2019 waktu setempat.
Pemerintah Myanmar akan diwakili langsung oleh Aung San Suu Kyi. Peraih Nobel perdamaian itu tiba pada Minggu 7 Desember 2019. Ini akan menjadi rekor bagi Suu Kyi bisa menghadiri sidang dengar pendapat selama tiga hari.
Gambia mewakili negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada November lalu melayangkan gugatan kepada Myanmar dengan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) atas pembantaian massal atau genosida etnis muslim Rohingya pada 2017. Akibatnya, lebih dari 730.000 warga Rohingya eksodus ke Bangladesh. Ini merupakakan kasus genosida ketiga yang diajukan di Pengadilan Internasional sejak Perang Dunia kedua.
Seperti diberitakan dari thestart.com.my, Selasa 10 Desember 2019, Suu Kyi diperkirakan kembali menegaskan bantahan tuduhan keterlibatan Myanmar dalam pembantaian etnis Rohingya. Ia mengklaim operasi militer yang dipertanyakan itu merupakan tanggapan kontra terorisme terhadap serangan oleh militan Rohingya.

Sidang gugatan penyelidikan dugaan genosida ini akan menghadirkan 17 hakim, namun tidak akan menangani secara khusus masalah utama genosida. Namun Gambia meminta pengadilan menghentikan kegiatan apa pun yang dapat memperburuk perselisihan tersebut.
Hasina Begum, warga Rohingya berusia 22 tahun mengaku mengalami traumatis setelah ia diperkosa oleh tentara Myanmar secara kejam. Ia melihat desanya hancur, rumah-rumah habis terbakar. "Mereka telah menghancurkan hidup dan harapan kami, kerabat dan teman-teman kami. Saya bisa memberi tahu tentang kebiadaban mereka karena saya melihat langsung kekajaman tentara Myanmar. Saya tidak bohong," katanya kepada Reuters melalui seorang penterjemah.
Hasina meninggalkan kamp pengungsi di Bangladesh untuk pertama kalinya sejak ia melarikan diri. Ia sampai di Den Haag pada Senin 9 Desember 2019 bersama dua korban lain dan seorang penterjemah. "Militer Myanmar memperkosa banyak wanita kami. Kami menginginkan keadilan dengan bantuan komunitas internasional," katanya dalam kamar hotel menjelang audiensi.
Sementara di kamp pengungsi, sejumlah warga Rohingya berdoa untuk kemenangan mereka di pengadilan internasional. Sebagian lain memposting di Twitter bermaksud berpuasa agar keinginan mereka dikabulkan Tuhan. Pengadilan internasional tidak mempunyai kekuatan penegakan hukum, tapi putusannya bersifat final dan memiliki bobot hukum yang signifikan.[]
Baca Juga: