Jakarta - Direktur Data Indonesia Herry Gunawan menegaskan kisruh keuangan yang melanda PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sangat mungkin memberikan dampak sistemik bagi lembaga jasa keuangan lain di Indonesia. Menurutnya, polemik finansial Jiwasraya setidaknya bisa berimbas pada perusahaan reasuransi rekanan perseroan.
Jika Jiwasraya bermasalah, perusahaan reasuransi ikut menanggung beban
Dalam catatan dia, Jiwasraya diketahui menggandeng empat perusahaan pertanggungan ulang risiko dalam mengamankan aset dan dana yang dihimpun dari masyarakat. "Di dalam aturan industri asuransi, jika sebuah perusahaan asuransi mengalami masalah, baik dari sisi nasabah atau kliennya maka perusahaan reasuransi tersebut ikut menanggung beban," ujar Herry yang juga dosen di Universitas Syarif Hidayatullah kepada Tagar di Jakarta, pekan lalu.
Ironisnya, keempat perusahaan reasuransi yang bekerjasama dengan Jiwasraya sama-sama berasal dari unsur badan usaha milik negara (BUMN). "Artinya, kalau ditanya apakah akan berdampak sistemik atau tidak, saya jawab iya. Sebab, empat BUMN yang reasuransi itu harus ikut memikul dampak," tegas Herry.
Adapun, keempat entitas asuransi tersebut adalah PT Reasuransi Indonesia Utama dengan persentase penempatan dana Jiwasraya sebesar 52,28 peresn, PT Tugu Reasuransi Indonesia sebesar 24,17 persen, PT Reasuransi Nasional Indonesia sebesar 15,28 persen. Lalu, yang terakhir adalah PT Maskapai Reasuransi Indonesia dengan dana Jiwasraya yang diparkir sebesar 8,27 persen.
Data tersebut merupakan rekapitulasi perhitungan reasuransi Jiwasraya pada periode 2017 silam. Sementara itu, jika menilik pada laporan keuangan yang dilansir oleh perseroan, perusahaan plat merah itu tercatat memiliki aset reasuransi sekitar Rp 655 miliar pada 2017. Angka tersebut anjlok dari raihan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,1 trilun.

Potensi sistemik Jiwasraya cukup besar
Apabila dihitung dengan penempatan dana Jiwasraya pada empat perusahaan reasuransi di termin 2017, maka akan diketahui besaran masing-masing senilai Rp 342 miliar pada PT Reasuransi Indonesia Utama, Rp158 miliar pada PT Tugu Reasuransi Indonesia. Kemudian selanjutnya sebesar Rp 100 miliar pada PT Reasuransi Nasional Indonesia, serta Rp 55 miliar pada PT Maskapai Reasuransi Indonesia.
Rasionalnya, empat perusahaan reasuransi negara itu setidaknya harus mengeluarkan sejumlah dana tersebut untuk menutupi klaim Jiwasraya. Lantas sebagai perbandingan lain, total premi bruto perusahaan reasuransi seluruh Indonesia pada 2017 tercatat sebesar Rp 70,42 trilun. Angka ini memiliki porsi 17,3 persen dari keseluruhan dana premi bruto industri asuransi nasional yang sekitar Rp 407 triliun. "Itu potensi sistemiknya cukup besar," kata Herry.
Sebelumnya pengamat asuransi Hotbonar Sinaga berharap pemerintah segera menemukan solusi atas kasus yang menjerat Asuransi Jiwasraya. Apalagi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan kasus Jiwasraya gigantik sehingga memiliki risiko berdampak sistemik. Jika penyelesaian masalah perusahaan plat merah terlalu berlarut, ia khawatir tak hanya nasabah yang dirugikan tetapi juga iklim investasi di Tanah Air. "Ini bisa membawa pengaruh buruk bagi industri asuransi," ucap Hotbonar Sinaga kepada Tagar, Kamis, 9 Januari 2019.
Mantan Direktur Utama Jamsostek ini juga menilai langkah penyelamatan Jiwasraya harus segera mendapat pembenahan memadai, agar tidak menimbulkan efek domino. "Harus segera ditangani dengan baik dan tuntas, jika tidak akan merembet ke lembaga jasa keuangan lainnya," ujarnya.[]