Jakarta – Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Soeprapto mengatakan bahwa perang memang memiliki dampak negatif bagi masyarakat, baik dalam kemiskinan, kehilangan anggota keluarga, atau menjadi korban salah sasaran.
“Jadi memang perang itu memiliki atau akan menghasilkan dampak negatif bagi anggota masyarakat. Selain kemiskinan, akan banyak anggota keluarga yang kehilangan anggota keluarganya, yang kalaupun misalnya bukan menjadi tentara ataupun petugas keamanan, bisa juga mereka menjadi korban salah sasaran atau misalnya korban pengeboman dan sebagainya,” ucap Soeprapto dalam wawancaranya di kanal YouTube Tagar TV, pada Rabu, 20 Oktober 2021.
Hal ini berkaitan akan kasus Saleha, salah satu orang tua di Afghanistan yang rela menjual anak perempuannya demi bertahan hidup dan untuk makan.
Ketika kebutuhan-kebutuhan dasar itu tidak terpenuhi maka biasanya manusia berusaha untuk melakukan upaya-upaya agar kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi.

Saleha sendiri menjual putrinya yang masih berusia tiga tahun karena memiliki hutang dengan penghasilannya yang tidak seberapa sementara suaminya tidak bekerja.
- Baca Juga: Respons Sosiolog UGM Soal Pernikahan Siri
- Baca Juga: Demi Kesembuhan Anak, Denada Jual Tanah, Mobil dan Rumah
Berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia, Soeprapto mengungkapkan bahwa manusia memiliki kebutuhan dasar manusia atau human basic needs yang di antaranya berupa kebutuhan akan keselamatan, kesehatan, pangan, sandang, dan papan atau tempat tinggal. Ketika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, manusia akan berusaha melakukan berbagai upaya seperti yang terjadi pada Saleha.
“Ketika kebutuhan-kebutuhan dasar itu tidak terpenuhi, maka biasanya manusia berusaha untuk melakukan upaya-upaya agar kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi. Nah, terkait dengan tadi kebutuhan akan pangan, kita tau bahwa keluarga itu mempunyai setidaknya empat fungsi, yaitu yang pertama fungsi pendidikan, fungsi sosialisasi budaya, nilai-nilai sosial, dan norma sosial,” ujarnya.
Terkait intensitas interaksi yang berpengaruh besar kepada seseorang, permasalahan kondisi bawaan sejak lahir dan keadaan lingkungan baik positif maupun negatif juga ikut memberikan pengaruh dilihat dari aspek sosiologis.
“Aspek sosiologis mulai bekerja itu adalah ketika seseorang yang sebetulnya kondisi aslinya positif, putih, baik, hidup dilingkungan yang buruk, ketika intensitasnya ini cukup tinggi memang dia akan bisa menjadi buruk dan juga sebaliknya, mereka yang buruk tapi kemudian dididik di dalam lingkungan yang positif, itu menjadi positif,” ujar Soeprapto.
Tak hanya itu, Soeprapto sempat mengutip kalimat dari Gabriel Tarde mengenai kehilangan daya berpikir yang rasional. Kalimat ini sangat tepat dengan kejadian yang dialami Saleha setelah menjual putri berusia tiga tahunnya.
- Baca Juga: Sosiolog UGM: di Balik Fenomena Manusia Silver di Kota Besar
- Baca Juga: Jual Anak ke China, Keluarga Dapat Uang Muka Rp 10 Juta
“Kenapa Saleha harus menjual, dalam kondisi terpaksa Gabriel Tarde mengatakan bahwa ketika orang berada dalam satu situasi yang mendesak yang kesulitan teramat sangat, dia akan kehilangan daya berpikir rasionalnya, sehingga dia (Saleha) akan terpaksa tadi menjual. Ada juga yang dia mencuri, atau mencopet, atau merampok, dan sebagainya. Bahkan tidak jarang yang membunuh,” katanya.
Diketahui bahwa penjualan anak untuk bertahan hidup seperti yang dilakukan oleh Saleha bukanlah yang pertama terjadi. Penjualan ini berkaitan erat dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengingatkan bahwa Afghanistan yang menuju kemiskinan terparah. Tingkat kemiskinan ini mencapai 97 persen atau 98 persen.
(Rana Maheswari Ummairah)