Jakarta – Ketika perhatian masyarakat tertuju kepada masalah vaksin dan vaksinasi, seakan luput dari perhatian dua hari ini jumlah kasus harian virus corona tembus 9.000-an dan 10.000-an. Tanggal 7 Januari 2021 kasus harian baru dilaporkan 9.321, sedangkan 8 Januari 2021 jumlah kasus harian baru 10.617. Dengan tambahan 10.617 kasus baru, jumlah kumulatif konfirmasi positif virus corona mulai tanggal 2 Maret 2020 sampai tanggal 8 Januari 2021 mencapai 808.340 dengan 23.753 kematian.
Jumlah kasus ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-21 dunia dari 218 negara dan teritori serta 2 kapal pesiar mewah. Di Asia sendiri Indonesia ada peringkat ke-4.

Sebelum temuan kasus pertama di Indonesia, 2 Maret 2020, awal Februari 2020, ahli dari Harvard T.H. Chan School of Public Health di Amerika Serikat, memprediksi seharusnya di Indonesia sudah terdeteksi kasus virus corona karena negara-negara tetangga di ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina sudah mendeteksi virus corona. Menteri Kesehatan, waktu itu, Terawan Agus Putranto, justru menantang paka Universitas Harvard untuk membuktikan prediksi mereka tentang virus corona yang semestinya sudah masuk ke Indonesia.
Baca juga: Covid-19 Indonesia Sejarah Gelap Awal Penyebar Virus
Pakar Harvard bertolak dari fakta bahwa penerbangan internasional dari dan ke Indonesia sehingga terjadi kontak antar manusia dari berbabagi negara dengan warga Indoensia. Bahkan, kasus kematian pertama terkait infeksi virus corona terjadi di Bali 11 Maret 2020 yaitu seorang WNA perempuan umum 53 tahun di Bali,
Baca juga: Kematian Pertama AIDS dan Covid-19 Terjadi di Bali
Temuan kasus baru sejak tanggal 2 Maret 2020 sampai awal Juni 2020 hanya 3 digit. Langkah-langkah penanganan seperti yang dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) yaitu test-tracing-isolation tidak dijalankan dengan konsisten. Tracing pun dibatasi hanya sampai 25 yang justru memberikan ruang bagi yang kontak untuk menyebarkan virus corona, sebagian tanpa mereka sadari karena sebagai OTG (orang tanpa gejala).
Ilustrasi (Foto: litbang.kemkes.go.id)
Tes dilakukan secara parsial di wilayah tertentu, seperti kabupaten dan kota, sehingga muncullah daerah dengan predikat zona hijau. Predikat ini muncul karena tidak pernah dilakukan test-tracing-isolation. Bisa juga warga dari daerah tersebut tes dan berobat ke daerah lain yang mempunyai fasilitas kesehatan untuk tes, ruang isolasi dan perawatan.
Baca juga: Zona Hijau Sebagai Daerah Semu Pandemi Virus Corona
Test-tracing-isolation yang dianjurkan WHO adalah dengan skala nasional bukan seperti yang dilakukan hanya di daerah tertentu. Padahal, pandemi virus corona (Covid-19) tidak mengenal batas administrasi dan fisik. Begitu jug dengan lockdown ala Indonesia yang disebut sebagai PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) juga tidak efektif karena hanya dilakukan di beberapa daerah sehingga tidak mencakup skala nasional.
Baca juga: Covid-19 Tak Kenal Batas Wilayah, Daerah dan Negara
Untuk mengatasi penyebaran viruscorona anjuran lain WHO adalah menerapkan “vaksin sosial” yaitu protokol kesehatan, yang di Indonesia dikenal sebagai 3M yakni (selalu) memakai masker, menjaga jarak fisik dan mencuci tangan dengan sabun di air yang mengalir secara rutin.
Celakanya, banyak warga yang mengabaikan “vaksin sosial” sehingga kasus-kasus baru infeksi virus corona terus terjadi. Banyaknya warga yang terjaring razia masker yang dilakukan sehubungan dengan PSBB membuktikan keengganan sebagian warga menerapkan 3M, terutama memakai masker.
Lagi-lagi WHO mengingatkan vaksinasi tidak semerta menghentikan pandemi. Maka, dengan vaksinasi yang memakan waktu 15 bulan di Indonesia penyebaran virus corona akan terus terjadi selama warga mengabaikan protokol kesehatan. []