Jakarta - Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta bidang Koperasi, UMKM, dan Agribisnis, Akhmad Sarbini mengkritisi kebijakan pemerintah yang memberikan relaksasi pembayaran kredit kepada pelaku usaha kecil pasca serangan pandemi virus corona Covid-19.
Menurutnya, skema pelonggaran tersebut bersifat kurang menyeluruh dan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh seluruh pengusaha dengan kategori modal minim. Pasalnya, terdapat dua ketentuan yang menjadi batu sandungan bagi pebisnis untuk bisa menikmati fasilitas keuangan tersebut.
Baca Juga: Jokowi Apresiasi Bank Kasih Relaksasi Kredit UMKM
Negara harus memberikan perlakuan yang sama kepada mayoritas pelaku usaha UMKM
“Pertama, kebijakan ini hanya berlaku bagi individu yang terkena Covid-19, sesuai dengan revisi Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman,” ujarnya kepada Tagar di Jakarta, Kamis 2 April 2020.
Akhmad menambahkan, negara seharusnya memberikan perlakuan yang sama kepada mayoritas pelaku usaha UMKM, dan tidak hanya berdasarkan status keterpaparan pandemi. Sebab, rata-rata kemampuan finansial maupun skala usaha UMKM tergolong cukup kecil.
PELATIHAN FOTO PRODUK UMKM: Seorang pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencoba memotret produknya di dalam kotak kardus yang dilengkapi tata lampu sederhana pada Workshop Digital Marketing UMKM yang digelar Bank Syariah Mandiri di Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (17/10). Pemotretan produk dengan kotak kardus sederhana tersebut membantu para pelaku UMKM dalam membuat foto produk yang akan dipromosikan dengan diupload di berbagai media sosial. (Foto: Ant/Budiyanto)
“Yang buat kami bingung selanjutnya adalah pelonggaran pembayaran ini hanya berlaku bagi kredit yang macet di atas periode 2 Maret 2020,” tutur Akhmad.
Padahal, sambung Akhmad, kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) telah merasakan dampak pelemahan ekonomi sejak Januari 2020. Untuk itu, strategi relaksasi kewajiban debitur ini hanya bersifat tebu karena tidak bisa menjangkau seluruh pebisnis UMKM di Tanah Air. “Skema ini cuma pemanis saja,” katanya.

Sebagai informasi, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis beberapa stimulus maupun relaksasi bidang finansial guna mereduksi dampak Covid-19 terhadap sektor perekonomian. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan bahwa salah satu upaya yang ditempuh negara adalah dengan menerapkan penangguhan pembayaran bagi debitur UMKM.
“Kebijakan stimulus yang dimaksud terdiri dari penilaian kualitas kredit, pembiayaan, maupun penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga saja, dengan limitasi maksimum sampai dengan Rp 10 miliar,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Beleid dapat menjadi countercyclical dampak penyebaran virus corona
Baca Juga: Relaksasi Kredit, BCA Utamakan Assessment Nasabah
Arahan otoritas itu tertuang dalam POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease yang mulai berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai 31 Maret 2021.
Otoritas berharap, belaid ini dapat menjadi countercyclical dampak penyebaran virus corona sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.[]