Kampung Keris Terbesar se-Asia Tenggara di Sumenep

Bunyi letupan gerenda dan ketukan besi, menggema nyaris di semua sudut rumah di Desa Tongtong, kampung keris terbesar se-Asia Tenggara di Sumenep.
Pengendara sepeda motor melintasi pintu gerbang utama di Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Rabu, 29 Januari 2020. (Foto: Tagar/Nurus Solehen)

Sumenep - Bunyi letupan gerenda dan ketukan besi terdengar bising menusuk telinga, ketika memasuki kampung keris di Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Rabu, 29 Januari 2020. Suara itu menggema nyaris di setiap sudut rumah.

Desa dengan kurang lebih 1.400 warga ini hampir separuhnya jadi empu keris atau pandai besi. Sejarahnya, sejak Sumenep masih dalam bentuk kerajaan, Desa Aeng Tongtong sudah dijuluki para empunya keris.

Para empu ini tidak hanya dari kalangan tua, pemuda pun ikut ambil bagian di dalamnya. Bahkan petinggi desa dengan perangkatnya, mayoritas juga adalah perajin keris.

Kegigihan dan konsistensi para empu keris tidak bisa dipungkiri hingga Sumenep menjadi gudang para pandai besi di Jawa Timur, bahkan di Indonesia.

Empu Perempuan Satu-satunya di Indonesia

Para empu di Desa Aeng Tongtong sebagian besar adalah laki-laki. Namun, di antara empu-empu laki-laki, ada satu empu perempuan, namanya empu Ika Arista 29 tahun. Ia disebut-sebut sebagai satu-satunya empu perempuan di Indonesia.

Empu Ika belajar membuat keris sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Prosesnya sebelum belajar membuat keris, empu Ika membuat sarung keris. Kala itu masih belum ada peralatan mesin selengkap sekarang seperti mesin gerenda.

Ada yang sampai ke Singapura, Thailand, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Keris SumenepEmpu Ika Arista membuat keris dengan mesin gerenda di kampungnya di Dusun Duko, Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi. (Foto: Tagar/Nurus Solehen)

"Tahunnya lupa, tapi seingat saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Proses pembuatan keris dulu masih menggunakan kulit kijang, dipelintir lalu dibor, dan belum ada gerenda, semuanya serba natural," kata empu Ika Arista kepada Tagar di kediamannya di Dusun Duko, Desa Aeng Tongtong, Rabu.

Hasil karyanya tersebut, kemudian dijual ke orang lain yang masih berhubungan keluarga. Nilai harganya kisaran Rp 5 ribu. Dia tidak mempersoalkan harganya, terpenting adalah nilai sebagai perajin keris punya khas bakat keunikan yang hanya bisa dimiliki orang tertentu.

Sementara dalam proses membuat keris, Ika mulai belajar dan mengembangkan pada waktu kuliah. Padahal sebelumnya Ika kurang begitu disarankan orang tuanya untuk jadi perajin keris. "Mungkin karena kematangan umur, Bapak memperbolehkan untuk belajar membuat keris, sebelumnya tidak mengizinkan," kata Ika.

Dari itu, Ika akhirnya terus mendalami dengan mengembangkan membuat keris, selain melihat latar belakang keluarganya sebagai perajin keris, Ika punya impian untuk merawat dan menjaga tradisi leluhurnya sebagai sesuatu yang memang perlu dilestarikan.

Saat ini, perempuan kelahiran Sumenep 11 Mei 1990 itu jadi sosok empu paling menonjol di kampungnya, terutama saat menerima tamu dari luar. Ika terbuka dengan segala pertanyaan siapa pun tentang seputar keris.

Seni dalam keris, sambung perempuan tiga saudara itu, terdapat yang namanya pamor. Pamor adalah sebuah gambaran ilustrasi atau gambar abstrak yang muncul di permukaan bilah keris. Nama-nama pamor sendiri sangat banyak dan beragam.

Proses pembuatan keris dimulai dari penempaan besi menjadi sebuah bahan dasar keris, lalu dimasukkan pamor keris. Proses yang disebut tempa lipat itu, menggabungkan plat-plat baja menjadi sebuah keris dengan proses pemanasan.

Keris SumenepPlang desa di Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi, bertuliskan galeri keris dan rumah empu. (Foto: Tagar/Nurus Solehen)

Jenis keris, kata Ika, jumlahnya banyak dan tembus ratusan. Setiap jenis keris ada banyak pamor. Pamor tersebut menyesuaikan dengan empu leluhur pendahulu.

Keris buatannya memang dapat dipesan sesuai permintaan pelanggan, namun pakem keris penting diperhatikan. Sehingga entitas yang ada dalam keris, khas dan cirinya tetap melekat.

Meski demikian, Ika mencatat karya perajin keris di kampungnya didominasi tiga jenis keris, di antaranya yang lazim keris berjenis Tresna Ghate, Judha Ghani, dan Tamba Agung.

Yang patut diacungi jempol, keris buatan empu Ika pernah dihadiahkan kepada Presiden Jokowi saat menghadiri Festival Keraton dan Masyarakat Adat ASEAN yang diadakan pada 27-31 Oktober 2018 di Sumenep.

Keris dan Stigma Klenik

Pusaka keris diakui atau tidak, cukup dikenal di kalangan masyarakat. Bahkan sudah digunakan sejak zaman kerajaan nusantara. Tidak hanya itu, keris juga menandakan kedudukan seorang bangsawan.

Seorang patih misalnya, memiliki sebuah keris yang berbeda dengan pangeran. Pun raja, sudah tentu keris yang dimiliki semakin luar biasa lagi. Karena itu pula, banyak masyarakat awam yang menganggap, keris memiliki kekuatan supranatural yang cenderung pada unsur klenik nan mistis.

Ternyata itu pemahaman yang keliru. Beberapa perajin keris di Sumenep berusaha meluruskan kekeliuran yang sudah terlanjur berliuk. Pemahaman seputar keris, salah satunya dimotori empu Ika Arista.

Empu Ika mempersilakan masyarakat agar bisa langsung mendapat edukasi mengenai proses pembuatan keris. Bahkan, dapat disaksikan para empu di kampungnya menempa besi menjadi sebilah keris yang memiliki nilai seni.

Menurutnya, keris ketika dihadapkan dengan stigma yang berunsur klenik atau mistis, pemahaman itu dinilai kurang tepat. Garis besarnya pusaka keris, dapat diartikan sebagai sarana simbol warisan leluhur. Artinya benda bersejarah ini dapat dijadikan ikon budaya dan adat masyarakat.

Simbol di keris, kata dia, ada beberapa motif dasar keris, yakni tangguh, pamor atau hiasan pada batang keris dan dapur atau tempat pembuatan keris.

Keris SumenepKepala Desa Aeng Tonggong Hadi Sudirfan memaparkan potensi desanya sebagai perajin keris Sumenep yang sudah dikenal masyarakat luas. (Foto: Tagar/Nurus Solehen)

Nilai Keris Sulit Diangkakan

Pusaka keris yang dibuat para empu keris di Desa Aeng Tongtong banyak diminati masyarakat, terutama masyarakat luar. Bahkan pemasarannya sampai ke luar daerah, seperti Lombok, Sumatera, dan Kalimantan.

Kepala Desa Aeng Tonggong Hadi Sudirfan mengatakan, pemasaran keris hingga ke luar daerah, dibantu masyarakat yang tengah merantau ke luar daerah dan ke luar negeri.

"Ada yang sampai ke Singapura, Thailand, Malaysia, dan Brunei Darussalam," kata pria yang akrab disapa Sudirfan.

Ia mengatakan keris karya perajin di desanya, tidak memiliki patokan harga yang pasti. Sebab keris bagian dari karya seni. Karena seni, nilai keris tidak dapat diangkakan secara nominal. Namun rata-rata bisa tembus mulai dari ratusan ribu hingga jutaan ribu rupiah.

Alumnus Al Amien Prenduan itu menyampaikan, tradisi pembuatan keris belum diketahui latar belakangnya. Akan tetapi, dia memastikan bahwa tradisi ini sudah ada sejak dari nenek moyangnya.

"Sudah ada sejak dulu. Saya sendiri dan keluarga juga sebagai perajin keris," ungkapnya.

Penduduk warga Aeng Tongtong mayoritas sebagai perajin keris, dan sisanya berprofesi sebagai petani dan pedagang. Dari ratusan empu di desa ini, mereka tergabung dalam tiga organisasi peguyuban, di antaranya Pelar Agung, Potre Koneng, dan Arya Wiraraja.

Sumenep Menyandang Kota Keris

Kabupaten Sumenep mendeklarasikan diri sebagai Kota Keris, berkat semangat para empu keris di Desa Aeng Tongtong, kampungnya kini dinobatkan sebagai Desa Wisata Keris oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep sejak Maret 2018.

Pendeklarisian tersebut didasari beberapa hal, di antaranya terdapat 470 empu keris di Sumenep yang jumlahnya mengalahkan Yogyakarta yang masih 15 empu. Kemudian pusaka nusantara yang dihasilkan ini diakui United Nation Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Semula, pada 2005, UNESCO mengakui keris karya empu Sumenep sebagai warisan budaya nusantara. Berselang tujuh tahun berikutnya, pada 2012, UNESCO kembali mengakui Sumenep, dengan penobatan sebagai jumlah empu alias pembuat keris terbanyak di Asia Tenggara.

Setiap tahun, pusaka keris dijamas oleh para empu yang disaksikan pejabat daerah seperti Bupati dan Wakil Bupati Sumenep. Acara penjamasan ini dilakukan sebagai wujud syukur masyarakat Desa Aeng Tongtong terhadap leluhur yang telah mewariskan keahliannya dalam membuat keris. [] 

Baca cerita lain:

Berita terkait
Keris Yogyakarta Senjata dengan Filosofi Luhur
Keris Yogyakarta bukan hanya merupakan senjata, tapi juga memiliki makna filosofi yang luhur, serta harapan empu pembuat sesuai pesanan pemiliknya.
Sejak Kapan 'Ketua' Jadi Panggilan Lazim di Sumatera Utara?
Panggilan ketua menjadi unik dan salah satu ciri khas di Sumatera Utara dibanding daerah lainnya di Indonesia.
Sejarah Kerajaan Sunda Empire di Bandung Jawa Barat
Kerajaan Sunda Empire di Bandung Jawa Barat adalah satu bentuk kekaisaran matahari yang ada sejak Alexander The Great, 324 tahun sebelum masehi.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.