Jakarta - Presiden Jokowi tidak akan terburu-buru mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut disampaikan Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang komunikasi Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin di Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019, seperti diberitakan Antara.
"Ini kan orang Solo, orang Jawa. Jadi tidak tergesa-gesa dalam mengambil satu keputusan kan? Jadi kasih ruang, waktu, tidak akan ada masalah. Insya Allah," kata Ngabalin.
Presiden Jokowi, kata Ngabalin, memandang demonstrasi besar-besaran terjadi karena adanya keinginan menghukum pejabat yang mengkapitalisasi pangkat dan jabatan untuk memperkaya diri dan orang lain dengan cara merampok, mencuri harta negara.
Ini kan orang Solo, orang Jawa. Jadi tidak tergesa-gesa dalam mengambil satu keputusan kan?

Karena itu, lanjut Ngabalin, sejak awal Presiden memberikan penegasan bahwa momentum revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 itu adalah untuk memperkuat KPK.
"Pintu gerbang dari sebuah pemberontakan besar itu adalah korupsi. Oleh karena itu, Presiden meminta agar lembaga KPK itu harus memiliki asas kepastian hukum, asas manfaat, dan asas keadilan," kata Ngabalin.
Ngabalin mencontohkan kasus mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dan mantan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Siti Chalimah Fadjriyah yang tidak mendapat kepastian hukum atas kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.
"Bahkan sampai meninggal dunia, tidak mendapat kepastian hukum. Mereka terus dibuat menjadi tersangka bertahun-tahun, itu sama saja dengan membuat orang hidup segan mati tak mau. Masuk lorong keluar lorong, masuk mal keluar mal dengan satu hukuman yang luar biasa," tutur Ali Mochtar Ngabalin. []