Banda Aceh - Cambuk menjadi isu yang ramai diperbincangkan baru-baru ini. Hal tersebut pasca Pemerintah Kerajaan Arab Saudi bakal menghapus hukuman cambuk di negara itu .
Keputusan Komisi Umum Mahkamah Agung Kerajaan Arab Saudi yang diambil pada April 2020 akan membuat hukuman cambuk digantikan dengan vonis penjara atau denda, atau dua-duanya.
Selain Arab Saudi, salah satu daerah yang menerapkan hukuman cambuk adalah Provinsi Aceh, Indonesia. Penerapan hukuman cambuk di Aceh tak terlepas dari keistimewaan yang dimilikinya sehingga dapat menerapkan sebagian syariat Islam.
Di Aceh sebenarnya tidak ada cambuk itu. Cambuk di Aceh lahir ketika diterapkan syariat Islam di Aceh, baru dimunculkan hukum cambuk, dulu-dulu belum ada.
Hal tersebut antara lain, Aceh dapat menerapkan hukuman cambuk untuk beberapa delik pidana seperti zina, judi, meminum minuman keras, dan lain sebagainya.
Penerapan hukuman cambuk dikritisi sebagian kalangan. Mereka menyatakan bertentangan dengan larangan melakukan penyiksaan dan perilaku tidak manusiawi.
Baca juga: Hukuman Cambuk akan Dihapus di Arab Saudi
Sedangkan sebagian kalangan mendukung penerapan hukuman cambuk. Sebab, hukuman cambuk yang diterapkan di Aceh tidaklah bertentangan dengan larangan melakukan penyiksaan, kecuali menurut pandangan hukum internasional yang sangat sempit.
Lalu, sejak kapan hukum cambuk diberlakukan di Aceh?
Sejarawan Aceh, Husaini Ibrahim. (Foto : Tagar/Fahzian Aldevan)
Pakar Sejarah Aceh, Husaini Ibrahim menyebutkan, pada masa kerajaan di Aceh hukuman cambuk sebenarnya tidak diterapkan di Tanah Rencong. Hal ini berdasarkan penelurusan di sejumlah literatur-literatur peninggalan masa lalu.
“Di Aceh sebenarnya tidak ada cambuk itu. Cambuk di Aceh lahir ketika diterapkan syariat Islam di Aceh, baru dimunculkan hukum cambuk, dulu-dulu belum ada,” kata Husani saat dihubungi Tagar, Senin, 27 April 2020.
Hukuman cambuk di Bumi Serambi Mekkah dilakukan berdasarkan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Qanun ini disahkan pada September 2014 silam.
“Jadi cambuk di Aceh ini punya yang baru, bukan punya masa lalu. Tetapi, pada masa kesultanan Aceh ada juga disebutkan tentang cambuk, yaitu waktu dieksekusi anak sultan Meurah Pupok,” ujarnya.
Meurah Pupok merupakan putra kesayangan Kerajaan Aceh yakni Sultan Iskandar Muda. Konon, Meurah Pupok disebut-sebut dihukum rajam oleh ayahnya sendiri, Sultan Iskandar Muda karena putra kesayangannya berbuat zina.
Menurut Husaini, tentang kebenaran hukuman terhadap Meurah Pupok masih menunai kontroversi. Sampai sekarang, ia belum menemukan adanya literatur yang menjelaskan tentang hukuman tersebut.
Baca juga: Mesum dengan Wakil, Kepala Sekolah di Aceh Dicambuk
“Itu tidak jelas sumbernya dari mana, hanya disebutkan secara lisan. Dalam buku-buku tidak dijelaskan informasi yang disebutkan (secara lisan) apakah benar atau tidak,” tutur Husaini.
“Jadi kita ambi dasar hukuman cambuk di situ, tetapi itu secara lisan dan ada dalam sejarah Aceh. Sedangkan dalam Qanun Meukuta Alam kita tidak tahu apakah ada disebutkan itu hukuman secara Islam,” ujar Husaini menambahkan. []