Jakarta - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Idham Azis memilih tidak berkomentar mengenai kelanjutan kasus penyerangan air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Idham hanya mau menyampaikan pernyataan presiden yang memintanya bekerja, seusai dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara Jakarta.
"Bapak presiden memberikan menyampaikan kepada saya kerja, kerja dan kerja," kata Idham di Istana Negara Jakarta, Jumat, 1 November 2019 seperti dilansir dari Antara.
Idham yang tak menjawab pertanyaan wartawan mengenai kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan pun menyerahkan kepada Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi M. Iqbal.

Iqbal menjelaskan bahwa institusi di Polri berjalan dengan sistem secara organisasi. Kapolri merupakan sebuah jabatan yang secara sistemik melakukan pekerjaan, ada tugas dan tanggung jawab sesuai dengan job desknya.
"Kalau ada pergantian terus jalan, bukan kepada personnya, tetapi pada jabatannya," kata Iqbal.
Untuk kasus Novel, kata Iqbal sudah disampaikan oleh Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis bahwa dia akan memerintahkan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) baru yang akan segera ditunjuk dalam beberapa hari lagi.
"Dan Kabareskrim yang baru akan diperintahkan untuk segera menuntaskan kasus Novel baswedan," tuturnya.
Dia mengungkapkan sampai detik ini, tanpa henti tim teknis Polri tidak berhenti bekerja mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Ia meminta pada publik untuk mendoakan agar Polri dapat mengungkap kasus tersebut.
"Mereka melakukan upaya upaya maksimal untuk mengungkap kasus ini, peristiwa ini. Ada hal hal yang sangat signifikan, tolong digarisbawahi, sangat signifikan yang sudah kami dapat. Doakan saja, Insya Allah kalau Tuhan ridoi," ujarnya.
Berbagai upaya untuk mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan sudah dilakukan. Presiden Jokowi memerintahkan eks Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian untuk menyelesaikan kasus tersebut dalam beberapa tenggat waktu.
Tito pun membentuk Tim Pencari Fakta (TPF), lalu membentuk lagi tim teknis atas hasil investigasi yang didapat TPF yang dipimpin Kabareskrim Polri. Namun, pengungkapan siapa penyerang dan dalang dibalik kasus Novel masih saja nihil.
TPF hanya mengungkap temuan bahwa ada enam kasus high profile yang ditangani Novel, diduga berkaitan dengan penyerangan tersebut.
Enam kasus tersebut di antaranya adalah korupsi kasus e-KTP, kasus mantan ketua Mahkamah Konstitusi Aqil Mochtar, kasus Sekjen Mahkamah Agung, kasus bupati Buol Amran Batalipu, kasus wisma atlet, dan kasus penanganan sarang burung walet Bengkulu. []