Jakarta - Ahli pulmonologi dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, Dr. Raden Rara Diah Handayani, memberikan penjelasan mengenai banyaknya informasi yang bermunculan mengenai jenis baru virus corona atau 2019-nCoV, terutama yang menyebut bahwa virus ini lebih banyak menyerang kaum pria ketimbang perempuan.
Dalam sebuah acara media briefing di Depok pada Selasa, 4 Februari 2020, ia membenarkan kalau kaum pria memang lebih berpotensi terpapar virus coronajenis baru. "71 persen pada laki-laki ketimbang perempuan," kata dia, seperti diberitakan Antara.
Selaras dengan penjelasan Diah, dokter spesialis mikrobiologi RSUI, dr. R. Fera Ibrahim mengatakan hal tersebut terjadi lantaran jumlah reseptor ACE2 yang lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Menurutnya, penelitian yang dilakukan saat kasus SARS terjadi, menunjukkan reseptor ACE2 lebih banyak pada laki-laki ketimbang perempuan.
"Virus akan menginfeksi sel, masuk lalu mereplikasi. Untuk masuk ke sel ada reseptor. (Jenis baru) corona mirip SARS, ada reseptor yang namanya ACE2. Reseptor ini ada di nasofaring hingga otak. Tapi yang paling banyak di sel epitel paru sehingga tampak seperti infeksi saluran napas dan diare," kata Fera.
"Ada yang meneliti di zaman SARS (mewabah), ternyata reseptor ACE2 banyaknya di laki-laki, lebih banyak pada ras Asia dibandingkan kulit putih dan hitam," ujar dia.

Lantaran memiliki banyak kemiripan dengan SARS, virus corona juga bisa bertahan selama enam hari di udara dingin, terutama karena ada protein tertentu yang membuatnya bertahan lebih lama. Namun begitu, virus ini bisa dilumpuhkan salah satunya melalui pemanasan pada suhu sekitar 56 derajat Celcius selama 30 menit.
Selain laki-laki, 2019-nCoV juga disebut lebih rentan menginfeksi orang lanjut usia ketimbang orang muda. Mengenai hal ini Diah mengatakan, semua orang berisiko.
"Semua orang berisiko. Usia (yang dilaporkan) 19 bulan paling muda, sampai usia 89 tahun (paling tua). Pasien meninggal dunia rata-rata usia 40-50 tahun," kata dia.
Diah juga memaparkan, total kasus akibat virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China itu meningkat dari 14.557 kasus pada 2 Februari 2020 menjadi 20.626 kasus pada hari ini. []