TAGAR.id, Beijing, China - Ketegasan pemerintah China dalam mengimplementasikan strategi nol-COVID mulai mendapat penolakan warga. Isolasi total yang mengurung penduduk di dalam rumah diperparah oleh kelangkaan bahan pangan.
Ketika lockdown di Shanghai memasuki pekan keempat, angka infeksi harian Covid-19 terus meningkat pesat. Pada hari Senin, 17 April 2022, kota berpenduduk 26 juta jiwa itu mencatat 22.248 kasus infeksi baru dengan tiga kasus kematian.
Sejak awal Maret 2022, sudah 320.000 penduduk Shanghai terinfeksi virus corona (Covid-19). Untuk meredam penyebaran, otoritas kota menerapkan isolasi total yang memaksa penduduk mengurung diri di apartemen masing-masing.
Pada hari Rabu, 13 April 2022, pemerintah memerintahkan otoritas lokal mempercepat proses tes dan pengujian, serta memindahkan pasien terjangkit virus corona ke fasilitas karantina dalam selambatnya satu pekan.
"Kelompok kerja pemerintah pusat, komite partai dan pemerintah lokal sudah meminta agar titik balik epidemi dicapai pada tanggal 17 April, dan status nol-Covid pada 20 April,” kata Chen Jie, Sekretaris Partai Komunis China di Baoshan, dalam sebuah pidato resmi.
Ilustrasi: Para pedagang menjajakan buah-buahan hasil pertenaian setempat di pasar Ben Thanh, Vietnam. Petani buah Vietnam ikut terpukul dengan kebijakan ketat China terkait Covid-19 (Foto: voaindonesia.com/Reuters)
1 Dampak nol-Covid terhadap ekonomi
Tingginya angka infeksi di tengah lockdown mendorong epidemiologi China memberi imbauan kepada pemerintah agar menyeimbangkan strategi nol-Covid dengan dampak jangka panjang terhadap perekonomian.
"Situasinya sulit bagi para pembuat keputusan, karena kematian dan kerugian akibat Covid terlihat lebih jelas, sementara kematian dan kerugian lain tidak seperti itu,” kata Xi Chen, Guru Besar Kesehatan Publik dan Ekonomi di Yale School of Public Health.

Pada hari Senin, 17 April 2022, Biro Statistik Nasional melaporkan pertumbuhan ekonomi di China mencapai 4,8 persen pada triwulan pertama 2022. Namun, data yang dirilis tidak mencantumkan dampak lockdown di Shanghai.
Pelaku usaha mengkhawatirkan kerugian ekonomi seiring berlakunya lockdown di jantung industri China tersebut. "Tentu saja, semakin lama lockdownnya berlaku, semakin besar juga gangguan pada perekonomian lokal dan nasional,” kata Chen.
"Shanghai bukan hanya pusat keuangan, tetapi juga memiliki pelabuhan terbesar, dan mendekati level pusat manufaktur seperti di provinsi Zhejiang dan Jiangsu,” tuturnya lagi.
Seorang relawan menggunakan megafon ketika berbicara dengan para warga di sebuah komplek apartemen di Shanghai, China, di tengah lockdown Covid-19 yang diberlakukan di wilayah tersebut, 12 April 2022 (Foto: voaindonesia.com - Xinhua via AP/Chen Jianli)
2 Pembangkangan kelas menengah
Ketatnya lockdown di Shanghai yang dibarengi oleh minimnya sosialisasi mulai membibit ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah. Pekan lalu, sebuah video bersirkulasi di media sosial yang menampilkan warga sebuah apartemen di Shanghai sedang bentrok dengan aparat keamanan berseragam hazmat.
Video-video serupa sudah banyak beredar di Shanghai sebelumnya. Warga secara umum mengeluhkan kelangkaan bahan pangan. Seorang penduduk Shanghai mengatakan warga di kompleksnya hanya mendapat satu kali kiriman bahan pangan dari pemerintah sejak 1 April.
Bentrokan dengan aparat keamanan terjadi ketika warga yang frustasi nekat menerobos isolasi untuk mencari bahan pangan atau obat-obatan.
"Sekarang saya tidak lagi bisa membeli kebutuhan pokok melalui aplikasi pesan-antar,” kata perempuan itu kepada DW. "Sebagian besar bahan kebutuhan pokok sulit didapat. Jika komunitasmu sepi penghuni, pegawai pengiriman biasanya tidak mau datang. Saya harus menjatah sisa bahan pangan yang ada.”
Seorang staf mengingatkan para pendatang asing untuk mengisi kartu kedatangan di Bandar Udara Intarnasional Liuting, Qingdao, Provinsi Shandong, China, pada 5 Maret 2020. (Foto: ANTARA/HO-Xinhua/mii).
3 Perlawanan dari luar
Ketika kabar kematian pasien non-COVID lantaran tidak mendapat layanan kesehatan semakin sering beredar, kematian seorang pejabat kesehatan lokal di Shanghai pekan lalu memicu kegusaran warga.
Pemerintah pusat dituduh menekan pejabat-pejabat lokal untuk menyukseskan kebijakan nol-Covid yang dicanangkan Presiden Xi Jinping. "Tekanan dari seisi mesin diletakkan pada sebuah skrup kecil,” tulis seorang netizen anonim di media sosial China, Weibo.
Namun begitu, Wu Qiang, analis politik di China, meragukan kemampuan kelas menengah di Shanghai untuk memaksakan perubahan politik. Menurutnya, pengalaman selama pandemi justru membuktikan warga "cenderung melarikan diri atau bermigrasi,” ketimbang mengupayakan perbaikan dari dalam.
"Lockdown di Shanghai menjadi bocoran tentang sistem totaliter yang diimpikan Presiden China, Xi Jinping, ketika membidik masa jabatan ketiga dalam Kongres Nasional Partai Komunis China ke20, musim gugur nanti,” tukasnya (rzn/pkp)/dw.com/id. []
Kota Shanghai di China Memasuki Hari Kedua Lockdown Karena Covid-19
Kebijakan Covid-19 China Tekan Industri Buah di Asia Tenggara
China Kecam “Tuduhan” AS Soal Perebakan Covid-19 di Shanghai
Guangzhou di China Tutup Sebagian Besar Pintu Kedatangan