Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, diduga menerima suap sebesar Rp 60 miliar untuk memberikan vonis lepas dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO). Suap ini diberikan agar hakim memberikan putusan bebas bagi tiga perusahaan yang terlibat, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Dari jumlah tersebut, Muhammad Arif Nuryanta membagikan Rp 22,5 miliar kepada tiga hakim yang menangani kasus tersebut. Ketiga hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta Djuyamto (DJU) dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Muhammad Arif Nuryanta awalnya menyerahkan uang Rp 4,5 miliar kepada ketiga hakim, dan kemudian menyerahkan Rp 18 miliar kepada Djuyamto pada September-Oktober 2024.
Djuyamto kemudian membagi uang tersebut dengan Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat. Agam Syarif Baharuddin menerima uang sebesar Rp 4,5 miliar, Djuyamto menerima Rp 6 miliar, dan Ali Muhtarom menerima Rp 5 miliar. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Sabtu (12/4/2025) malam.
Muhammad Arif Nuryanta alias MAN disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, tiga hakim tersebut disangkakan melanggar Pasal 12C juncto 12B juncto 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Vonis lepas adalah putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana. Kejaksaan Agung masih melakukan penyelidikan terkait sisa uang suap yang belum diketahui keberadaannya. Kasus ini menunjukkan betapa seriusnya upaya pemberantasan korupsi dalam sistem peradilan Indonesia.