TAGAR.id – Para keluarga korban kecelakaan Boeing 737 MAX pada hari Rabu (19/6/2024) meminta pihak berwenang Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan denda hingga 24,8 miliar dolar AS kepada perusahaan penerbangan raksasa tersebut dan melanjutkannya dengan penuntutan pidana.
Langkah itu diambil sehari setelah CEO Boeing, Dave Calhoun, mengakui beratnya masalah keselamatan yang dialami oleh perusahaan itu dan meyakinkan panel kongres AS bahwa mereka telah membuat kemajuan dalam masalah ini.
Sejumlah kerabat korban kecelakaan Boeing 737 MAX 8 pada tahun 2018 dan 2019, yang memegang foto para korban, tampak duduk di belakang Calhoun ketika ia bersaksi di hadapan anggota Kongres AS.
Para kerabat korban kecelakaan pesawat Ethiopia Airlines menghadiri kebaktian di Katedral Holy Trinity di Kota Addis Ababa, Ethiopia, 8 Maret 2020. Pesawat Boeing 737 MAX itu jatuh pada 10 Maret 2019 dan menewaskan seluruh 157 orang di dalamnya. (Foto: voaindonesia.com/Mulugeta Ayene/AP Photo)
"Karena kejahatan Boeing adalah kejahatan korporasi paling mematikan dalam sejarah AS, denda maksimum lebih dari 24 miliar dolar AS dibenarkan secara hukum dan jelas pantas," tulis Paul Cassell, pengacara keluarga-keluarga korban, dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Departemen Kehakiman AS.
Dokumen setebal 32 halaman tersebut menjelaskan perhitungan di balik jumlah yang diminta, dengan mengatakan bahwa Boeing "harus didenda maksimum - 24.780.000.000 dolar AS - dengan kemungkinan 14.000.000.000 dolar AS hingga 22.000.0000.000 dolar AS dari denda tersebut ditangguhkan dengan syarat bahwa Boeing harus menyerahkan dana yang ditangguhkan tersebut kepada pengawas perusahaan independen dan perbaikan terkait dalam program kepatuhan dan keselamatan seperti yang diidentifikasi di bawah ini."
Dokumen itu menambahkan "Dewan Direksi Boeing harus diperintahkan untuk bertemu dengan para keluarga korban."
Monumen peringatan bagi para korban Boeing 737 Max di Ethiopia (Foto: dw.com/id)Para keluarga korban juga percaya bahwa pemerintah harus segera "melakukan penuntutan pidana terhadap pejabat perusahaan yang bertanggung jawab di Boeing pada saat terjadinya dua kecelakaan tersebut."
Kasus itu berkaitan dengan kecelakaan pada tahun 2018 dan 2019 di Indonesia dan Ethiopia yang secara keseluruhan merenggut 346 nyawa dan terjadi ketika Boeing menghadapi pengawasan yang semakin ketat menyusul masalah manufaktur dan keselamatan baru-baru ini.
Raksasa penerbangan tersebut kembali menjadi sorotan publik sejak insiden pada 5 Januari lalu, di mana sebuah pesawat 737 MAX yang dioperasikan oleh Alaska Airlines terpaksa melakukan pendaratan darurat setelah sebuah panel pesawat lepas di tengah penerbangan. (my/rs)/AFP/voaindonesia.com. []