Jakarta - Direktur RSUD Saiful Anwar Malang dan Ketua Tim Tracing Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur, dr. Kohar Hari Santoso mengatakan, tidak semua masyarakat mampu menerima vaksin dengan suka rela sebagai sesuatu yang positif dan melindungi. Peran media dan tokoh masyarakat disebut penting dalam mengedukasi terkait vaksin virus corona.
"Tidak semua orang mau anaknya diimunisasi, karena adanya ketidak tahuan soal Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Peran media untuk mengedukasi masyarakat sangat kuat," kata Kohar dalam acara dialog yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa, 17 November 2020.
Pendekatan kultural ini yang nantinya bakal didukung oleh media.
Ilustrasi vaksin. (Foto: Pixabay)
Ia menambahkan, edukasi berkesinambungan dan konsisten harus dilakukan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya imunisasi. Utamanya bagi tokoh masyarakat setempat.
"Di Jawa Timur ada tiga kelompok besar masyarakat, di daerah barat disebut Mataraman, di mana biasanya sosok panutannya adalah para pemimpin kawasan seperti lurah. Ada kultur budaya arek di sekitar Surabaya, biasanya mendengarkan pakar dan para ahli," tuturnya.
"Kemudian ada daerah tapal kuda yang dominan berbudaya masyarakat Madura. Mereka biasanya mendengarkan tokoh-tokoh agama. Pendekatan kultural ini yang nantinya bakal didukung oleh media," sambungnya.
Seperti diketahui, vaksin menjadi metode efektif untuk menghadapi penyakit infeksi, mencegah terjadinya epidemi maupun pandemi. Melalui program Imunisasi masal, vaksin terbukti menekan penularan virus campak (measles) dan rubella (campak jerman). Kala itu menggunakan vaksin MR.
Ilustrasi suntik vaksin. (Foto: Shutterstock).
Dampak campak bisa mengakibatkan meningitis dan fatal kepada anak-anak. Sedangkan rubella mampu mengakibatkan kelainan bawaan terhadap bayi. Apabila rubella menginfeksi ibu hamil, anak yang lahir bisa terkena cacat. Masyarakat harus diberi tahu pentingnya imunisasi untuk mencegah semua dampak buruk tersebut.
Memberikan pengertian inilah yang tidak sederhana. Kohar mengatakan, seringkali corongnya harus melawati tokoh-tokoh yang berpengaruh di kalangan masyarakat.
Tak hanya berhenti pada edukasi vaksin, namun masyarakat juga harus mendapatkan penjelasan yang cukup mengenai KIPI yang bisa terjadi dan diatasi dengan mudah.
"Kita sudah siapkan tim, ahli-ahlinya, para dokter untuk antisipasi kalau ada KIPI. Itu kita sudah siapkan. KIPI sendiri bukanlah hal yang menakutkan, karena biasanya bersifat ringan. Namun, pencegahan untuk mengurangi risiko kejadian ikutan ini tetap harus dilakukan," ujar Kohar.