Yogyakarta - Para pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Malioboro Kota Yogyakarta menjadi saksi mata kerusuhan yang terjadi saat aksi demo rusuh penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang dipusatkan di Gedung DPRD DIY, Kamis, 8 Oktober 2020. Bahkan, aksi unjuk rasa yang diwarnai perusakan fasilitas umum dan terbakarnya sebuah restoran di salah satu tujuan favorit wisatawan tersebut diibaratkan seperti dalam suasana peperangan.
“Kemarin itu bukan demonstrasi, tapi sudah seperti perang,” tutur Sogi Wartono, Ketua PKL Handayani yang merupakan salah satu paguyuban PKL di Jalan Malioboro Yogyakarta, Jumat, 9 Oktober 2020.
Apa yang diutarakan Sogi beralasan. Sebab, suasana ketika demontrasi memang sangat chaos. Dia menyaksikan sendiri bagaimana piring-piring, mangkok, gelas dan kursi-kursi tempat dia berdagang beterbangan dilempar sejumlah massa ke arah petugas keamanan.
Kemarin itu bukan demonstrasi, tapi sudah seperti perang.
“Semua PKL anggota paguyuban kami semua dagangannya rusak, peralatannya juga kena semua. Entah itu makanan gak dibayar, gelas dan piring hancur malah ada pendemo yang meminta paksa untuk dilempar lemparin. Ada tempat duduk kursinya dilemparin," ujarnya.
Menurut dia, pedagangnya dan pemilik warung sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi ada gas air mata semakin tambah kacau. "Ada yang semaput (pingsan) juga dan langsung diamankan ke sisi barat jalan,” ungkapnya.
Kondisi di sisi utara Jalan Malioboro Yogyakarta atau tak jauh dari Gedung DPRD DIY yang sudah bersih dan rapi pada Jumat pagi, 9 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Gading Persada)
Pria yang berjualan bakso tidak jauh dari Gedung DPRD DIY ini mengatakan, bersama rekan-rekan PKL lainnya awalnya memang tak menyangka demonstrasi akan berakhir ricuh. Pasalnya, beberapa kali Gedung DPRD memang kerap menjadi jujugan para pengunjuk rasa untuk menyuarakan pendapat mereka.
Selama aksi sebelumnya demonstrasi selalu berlangsung damai. “Kami mengira awalnya demonstrasi kemarin itu seperti demonstrasi yang sudah-sudah terjadi di DPRD DIY, damai suasananya, bahkan para pendemo itu sering makan dan minum di tempat teman-teman PKL. Tapi ya itu tadi, kalau kemarin itu perang, bukannya demo,” tegas dia lagi.
Baca Juga:
- Peserta Aksi Diduga Lempar Molotov Rumah Makan di Yogyakarta
- Sultan HB X Sebut Demo Rusuh Bukan Karakter Warga Yogyakarta
- Penjelasan Kapolresta soal Aksi Massa Rusuh di Yogyakarta
Selain memang tidak pernah ricuh meski ada demonstrasi terjadi pada sebelum-sebelumnya, Sogi dan PKL-PKL lain merasa aman lantaran banyak polisi yang berjaga-jaga. “Saat demo itu belum sempat evakuasi dagangan karena kami juga tidak percaya sampai rusuh, apalagi di sekitar kami banyak reserse-reserse (polisi) pada kumpul jadi amanlah," ungkapnya.
Lebih lanjut Sogi mengutarakan bahwa sejatinya dia meyakini kalau unjuk rasa kemarin akan damai. Hal itu diyakininya ketika dua gelombang kedatangan massa pengunjuk rasa ke Gedung DPRD DIY berlangsung tertib, bahkan saat menyampaikan orasi juga tidak ada masalah.
“Nah, kedatangan pendemo pertama dan kedua masih bagus, lalu ada pihak ketiga itu datang dari mana juga tidak malah jadi sudah anarkis,” ungkap dia.
Disinggung soal nilai kerugian, Sogi menyebut belum bisa memastikannya. Sebab, dia dan rekan-rekan disatu paguyuban masih menginventaris kerugian-kerugian apa yang dialami masing-masing. “Tadi dari pihak UPT Malioboro dan kecamatan sudah datang dan mendata kerugian yang dialami para pedagang,” tandas Sogi. []