Ketua DPR RI menegaskan bahwa tidak boleh ada toleransi terhadap praktik kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, termasuk di kampus. Ketua DPP PDI-P ini mendorong agar pelaku pelecehan seksual mendapat hukuman berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Tidak boleh ada sedikit pun toleransi terhadap kekerasan seksual di dunia pendidikan. Pelaku kekerasan seksual harus dihukum seberat-beratnya,” kata Puan, dalam keterangannya, Rabu (9/4/2025). Hal ini merespons aksi bejat EM, seorang Guru Besar di Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap belasan mahasiswi, yang baru terungkap baru-baru ini.
Tindakan EM tersebut telah mencoreng nama baik perguruan tinggi. “Tindakan ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi pendidikan tinggi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas dunia akademik,” ujar Puan. Dia menegaskan, seharusnya institusi pendidikan menjadi ruang aman bagi para peserta didik, bukan menjadi tempat yang mengancam masa depan.
Puan mendorong penegak hukum untuk menangani kasus ini dengan transparan dan adil. “Dalam UU TPKS juga diatur adanya pemberat hukuman jika pelaku merupakan seorang tokoh pendidik. Saya harap hal ini juga menjadi pertimbangan dalam proses hukum kasus ini,” ujar Puan. Ia berharap proses hukum dapat berjalan secara profesional tanpa ada kekebalan hukum, terlepas dari siapa pun pelakunya.
Puan juga mendorong evaluasi total dan audit menyeluruh dalam hal mekanisme tata kelola etika serta pembimbing akademik di kampus. Perlu ada sistem pelaporan yang aman dan rahasia, serta menjamin perlindungan saksi dan korban secara konkret. “Relasi kuasa yang timpang antara dosen dan mahasiswa menjadi celah bagi pelecehan untuk terus terjadi. Budaya seperti ini yang harus diputus,” papar Puan.