Cirebon - Kabar duka datang dari Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat. KH Ayip Abdullah Abbas, salah satu pengasuh pondok pesantren tutup usia. Dia wafat ketika sedang memimpin salawatan para santri di Ponpes Al Istiqomah, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Jumat, 7 Maret 2020 malam.
Pesan beliau itu satu, jangan pernah tinggal salawat, teruslah bersalawat.
Informasi yang diterima Tagar, Kiai Ayip Abbas diduga meninggal karena serangan jantung. Jenazah almarhum disalaatkan dan diantar ribuan jemaah hingga ke tempat peristirahatan terakhir di Makbaroh Gajang Ngambung, Pondok Buntet Pesantren.
KH Jailani Imam dalam sambutannya mengatakan Kiai Ayip merupakan orang yang ahli salawat. Ke mana-mana, dia mengajak jemaahnya yang tersebar di Indonesia untuk bersalawat.
"Beliau senangnya salawatan. Jemaahnya tersebar di seluruh Indonesia. Bahkan terakhir ketika umrah di Mekkah, di Madinah, beliau memimpin jemaahnya membaca saalawat nariyah," katanya, Sabtu, 7 Maret 2020.
Kiai Ayip juga kerap berpesan kepada rekan-rekannya agar terus menjaga salawat dan mengajak jemaah berselawat. Hal itu dibenarkan Pengurus Pusat Pencak Silat Pagar Nusa, Sastro Adi.
Menurut Kia Ayib, kata Sastro, tanpa Nabi Muhammad SAW, manusia (umat Islam khususnya) bukanlah siapa-siapa dan bukan apa-apa. "Pesan beliau itu satu, jangan pernah tinggal salawat, teruslah bersalawat," katanya.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abdullah Wong juga mengatakan pesan yang ditangkapnya dari Kiai Ayi adalah tentang keistiqomahan berselawat.
"Dia (Kia Ayib) bukan orang sok menasihati dan menggurui. Dia memberikan pesan beristiqomah bersalawat," kata penulis novel Mata Penakluk Manaqib KH Abdurrahman Wahid itu.
Bagi Abbullah, Kiai Ayip adalah sosok yang sangat sederhana. Semasa hidup, dia tidak ingin menampakkan kekiaiannya dengan tampil berorasi di atas panggung, namun justru melebur dengan masyarakat.
"Beliau dekat dengan anak yatim, ditambah lagi geng motor. Itu menunjukkan keberagamaan sikap, bukan semata menyitir ayat-ayat," tuturnya.
Kiai Ayip pernah menempuh studi di Lucknow, Uttar Pradesh, India di bawah bimbingan Syekh Abul Hasan Ali Hasani An-Nadwi, seorang ulama tersohor dari Negeri Bollywood abad ke-20.
Khidmatnya pada Nahdlatul Ulama ditunjukkan dengan keaktifannya sebagai Dewan Khos Pimpinan Pusat Pencak Silat Pagar Nusa dan pengurus Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) PBNU. Jauh sebelum itu, ia juga turut mendampingi ayahnya, KH Abdullah Abbas, sosok kiai sepuh yang sangat dihormati oleh Gus Dur.
Kiai Ayip wafat dalam usia 53 tahun. Dia meninggalkan satu orang istri, Nyai Aliyah dan tiga orang putri. Masing-masing Fatimah Azzahra, 18 tahun, Fakhita Fadla, 15 tahun, dan Sayyidah Nafisah (1,5 tahun). []