Bantul - Seorang pria berusia 33 tahun, bernama Rinno, mendadak viral di media sosial. Rinno ini sehari-harinya berprofesi sebagai badut jalanan di persimpangan Jalan Parangtritis - Jalan Menukan, Yogyakarta.
Rinno viral setelah beberapa akun mengunggah foto dan videonya. Dalam foto dan video itu, Rinno terlihat sedang menyuapi lansia. Pada foto lain, dia sedang menghibur orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Tapi beberapa waktu terakhir, Rinno tidak ada di tempatnya mengais rezeki menjadi badut. Di lokasi tempat Rinno biasa menghibur pengguna jalan, hanya ada beberapa pengamen.
Ternyata Rinno sedang fokus menjadi relawan di Panti Asuhan Hafara yang berlokasi di Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Bahkan saat ditemui Tagar di panti itu, Selasa, 4 Agustus 2020, Rinno mengaku baru selesai membantu membungkus paket bantuan.
Kaus oblong berwarna hijau tua membalut tubuh kurusnya, sementara di lehernya melingkar tasbih berwarna hitam. Rinno menyapa ramah sambil memperkenalkan dirinya, sebelum akhirnya mengisahkan perjalanan hidupnya. Mulai dari menjadi pengamen, ditangkap oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), hingga menjadi badut dan relawan.
Ditangkap Satpol PP Saat Mengamen
Rinno mengawali ceritanya dengan pengalaman diamankan atau ditangkap oleh Satpol PP pada 2007 lalu. Saat itu merupakan tahun-tahun pertamanya berada di Yogyakarta. Rinno merantau dari kampungnya di Cilacap, Jawa Tengah, untuk mengadu nasib di Kota Gudeg.
Rinno mengaku dirinya berangkat ke Yogyakarta untuk bekerja sebagai buruh bangunan. Dia mendapat tawaran dari seorang mandor. Dengan asa yang cukup membara saat itu, dia pun meninggalkan kampung halamannya.
Rinno, saat mencari uang dengan menjadi badut jalanan di Yogyakarta. (Foto: Dok. Panti Asuhan Hafara Bantul)
Tapi nahas, setelah beberapa pekan bekerja, si mandor kabur tanpa memberikan gaji. Rinno sempat kebingungan karena dia tidak memiliki keluarga di Yogyakarta.
"Ada tawaran kerjaan jadi buruh, akhirnya saya ke sini. Tapi selang berapa minggu di sini kerja. Mandornya kabur. Kan sempat bingung saya di situ, sedangkan saya di sini sendiri. Uang mepet," kenangnya.
Awal mulanya saya dulu ngamen di perempatan, sempat ketangkep Satpol PP, tahun 2007. Saya terus direhab di panti dari dinas sosial selama 11 hari.
Rinno kemudian memutuskan untuk bekerja di jalanan demi menyambung hidup. Dia berkenalan dengan beberapa anak-anak jalanan, lalu mulai ikut mengamen di perempatan-perempatan jalan di Yogyakarta.
Kehidupan jalanan yang keras membuatnya harus mengikuti arus. Rinno mengaku mulai mengonsumsi minuman beralkohol dan mabuk-mabukan. "Dulu iya, sempat (mabuk). Orang namanya hidup di jalan toh, Mas. Akhirnya setelah di sini terus berhenti," tuturnya.
Setelah beberapa saat mengamen dan terjaring razia Satpol PP, Rinno direhabilitasi di salah satu panti milik dinas sosial.
"Awal mulanya saya dulu ngamen di perempatan, sempat ketangkep Satpol PP, tahun 2007. Saya terus direhab di panti dari dinas sosial selama 11 hari," tambahnya.
Saat berada di panti tersebut, Rinno ingat bahwa dia memiliki kenalan seorang pemilik panti, yakni Habib Wibowo, pendiri Panti Asuhan Hafara. Rinno pun mencoba menghubungi Habib dan meminta tolong agar diperkenankan melanjutkan rehabilitasi di Panti Asuhan Hafara.
"Saya minta tolong ke Bapak Habib yang punya panti di sini. Saya minta tolong dipindah dari panti di dinas ke sini. Saya kemudian dikeluarin dari situ dan ditawari jadi relawan di sini," bebernya.
Menghibur Warga Binaan Panti
Setelah dipindahkan ke Panti Asuhan Hafara, Rinno mulai menjadi relawan. Secara rutin, setiap pagi Rinno menyuapi para lansia binaan, menyiapkan makanan untuk penghuni panti, dan mengerjakan berbagai kegiatan lain.
Setelah beberapa waktu menjadi relawan, tiba-tiba Rinno mempunyai pikiran untuk menjadi badut, agar bukan hanya bisa menghibur para warga panti saja, tetapi juga bisa digunakan untuk mencari uang.
Rinno, saat menyuapi lansia di Panti Asuhan Hafara Bantul. (Foto: Dok. Panti Asuhan Hafara Bantul/Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)
Ide menjadi badut tersebut didapatkan setelah dia menonton beberapa video di YouTube. "Ide jadi badut itu dapat dari YouTube. Waktu itu di sini belum ada. Itu sekitar 2017. Kebetulan ada teman yang punya badut, terus saya ditawari, terus saya nyewa," tambah bapak dua orang anak ini.
Dicicil sampai beberapa tahun baru lunas. Sekarang sudah punya sendiri.
Sang teman mematok tarif sewa kostum badut dan pemutar musiknya sebesar Rp 5 ribu per hari. Tapi kemudian temannya menawarkan agar Rinno membeli kostum badut itu. "Terus sama teman saya disuruh nggantiin, tapi kan posisinya saya belum punya uang. Terus saya nawarin juga ke teman, kalau boleh dicicil saya mau. Tapi kalau nggak boleh ya saya sewa aja. Teman saya mau dicicil," paparnya.
Harga kostum badut baru menurutnya sekitar Rp 3 juta. Tapi temannya berbaik hati dan hanya meminta Rinno membelinya seharga Rp 1 juta. "Dicicil sampai beberapa tahun baru lunas. Sekarang sudah punya sendiri," sebutnya.
Penghasilannya dari menjadi badut di perempatan jalan sekitar Rp 20 ribu per hari. Dari jumlah itu, Rp 5 ribu digunakan untuk membayar cicilan kostum dan sisanya untuk Rinno pribadi.
Uang sisa sebesar sekitar Rp 15 ribu itu pun tak jarang tidak dinikmati sendiri. Rinno kerap berbagi rezeki dengan orang-orang lain, seperti gelandangan dan orang lain. "Sekarang sudah jarang jadi badut di perempatan. Saya lebih banyak di sini dulu (panti)," ucap Rinno lagi.
Berbagi Sebagai Wujud Syukur
Kehidupan jalanan yang keras dan sempat membuat Rinno ditangkap oleh Satpol PP, ternyata justru memberi dampak positif dalam kehidupan Rinno selanjutnya.
Saat berada di panti rehabilitasi, Rinno melihat beberapa gelandangan dan ODGJ yang ditangkap bersamaan dengan dirinya maupun sebelum atau sesudahnya.
Di situ hatinya mulai terketuk untuk berbagi. Rinno mengaku bersyukur karena jika dibandingkan dengan para gelandangan dan ODGJ yang ada, dia masih lebih bisa untuk bekerja.
Rinno, si badut jalanan sedan menghibur penghuni Panti Asuhan Hafara Bantul. (Foto: Dok. Panti Asuhan Hafara/Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)
"Saya di situ sambil merenung, sambil ngelihatin, terus hati saya tersentuh banget. Oh, saya masih bisa bersyukur, masih bisa cari uang. Terus kepikiran, besok kalau saya keluar dari sini Insya Allah saya mau berbagi," dia mengisahkan.
Setelah dipindahkan ke Panti Asuhan Hafara, dan mulai mendapatkan penghasilan dari menjadi badut jalanan, Rinno pun perlahan mewujudkan niatnya untuk berbagi. "Dari situ mulai kecil-kecilan, bagi nasi, kan di jalanan banyak orang, ada pemulung, ada gelandangan, kadang juga ada orang gila saya kasih," lanjutnya.
Biasanya kan ODGJ ngelamun, diam. Nah itu mereka bisa ketawa, bisa gembira. Bagi saya itu puas banget bisa menghibur.
Saat ditanya apakah dia tidak takut terhadap ODGJ atau orang gila di jalanan, dengan sedikit tertawa, Rinno menjawab bahwa dia sudah cukup lama hidup di jalan, sehingga sedikit banyak sudah memahami risiko dan karakter orang-orang itu.
Kepeduliannya terhadap orang lain tidak hanya diterapkan di jalanan saja. Saat berada di panti, Rinno tetap melakukan kebiasaannya sebagai relawan. Bahkan dengan adanya kostum badut, dia bisa menghibur warga binaan Panti Asuhan Hafara.
"Saya jadi badut juga di sini. Responsnya mereka senang, juga bisa buat terapi ODGJ. Biasanya kan ODGJ ngelamun, diam. Nah itu mereka bisa ketawa, bisa gembira. Bagi saya itu puas banget bisa menghibur," paparnya.[]
Baca Juga:
- Semangat Siswa Yogyakarta dari Keluarga Tak Harmonis
- Cerita Mahasiswa Tunanetra Yogyakarta Mengejar Mimpi
- Kisah Haru Siswi SD Belajar Online di Yogyakarta