Judul Asli: Respons Atas Pidato Politik SBY
Saya sebagai rakyat jelata dan bukan bagian dari Partai Demokrat, ingin merespons isi pidato SBY yang dengan gamblang dan runut menjelaskan dan mencoba berperilaku defensif adanya kongres luar biasa (KLB) Deli Serdang yang kemudian tiba-tiba secara normatif SBY menyimpulkan, bahwa KLB Deli Serdang ilegal, abal-abal, dan melawan hukum.
SBY kembali secara eksplisit menyebut nama Moeldoko dengan sebutan KSP Moeldoko. Sebutan KSP Moeldoko menurut saya sangat bernuansa politik, yaitu mengkaitkan jabatan Moeldoko sebagai Kepala KSP dengan gonjang-ganjing internal Partai Demokrat (PD).
Itu artinya ada upaya politik pencitraan dari SBY secara implisit mengarahkan logika waras rakyat Indonesia ke arah di mana Pemerintah terlibat gonjang-ganjing internal PD, walau pidato politik SBY selalu diakhiri dengan kalimat "Saya yakin Presiden Jokowi tidak tahu". Bagi saya ini pidato politik ambigu.
Lebih jauh SBY menilai langkah poltik Moeldoko tidak perwira dan memalukan korps TNI.
Sikap Presiden Jokowi sudah benar: tidak perlu komentar dan ikut campur urusan internal Partai Demokrat. Ini murni permainan politik praktis dan itu bukan urusan Presiden.
Menurut saya, Presiden Jokowi juga tidak punya hak melarang orang bermain politik praktis, karena itu hak politik seseorang, sekalipun seseorang itu pejabat negara. Bukannya Presiden Megawati Soekarnoputri tidak pernah melarang Mengkopolhukamnya bermain politik praktis untuk nyapres 2004?
Terlalu dini saat ini, sepihak, mengatakan KLB Deli Serdang ilegal atau abal-abal atau melawan hukum. Fakta politik saat ini, menurut saya, adalah adanya dualisme kepemimpinan PD yaitu AHY dan Moeldoko. Suka atau tidak suka, itulah faktanya. Solusinya di pengadilan.

Menurut saya, SBY sebagai mantan Presiden RI dua periode, tidak bijak dalam melihat kasus ini. SBY lupa bahwa gonjang-ganjing internal PD adalah suatu peristiwa politik adanya distrust atas suatu kepemimpinan partai. Dan ini adalah murni suatu permainan politik. Tidak perlu membawa-bawa moral dan etika segala, karena di sisi lain banyak yang lebih tidak beretika dan tidak bermoral.
Permainan politik bisa memasuki wilayah chaos, sehingga untuk memahaminya, pola pokir atau mindset-nya harus bertransformasi dari kondisi normal ke abnormal.
Kondisi chaos adalah suatu objek kajian chaotic mathematics yang kita kenal dengan istilah game theory. Dalam kondisi ini, pidato SBY sungguh tidak berguna, karena substansi pidato politik SBY kondisinya normatif normal.
Terlalu dini saat ini, sepihak, mengatakan KLB Deli Serdang ilegal atau abal-abal atau melawan hukum. Fakta politik saat ini, menurut saya, adalah adanya dualisme kepemimpinan PD yaitu AHY dan Moeldoko. Suka atau tidak suka, itulah faktanya. Solusinya di pengadilan.
SBY dalam pidato politiknya mengungkit jasa SBY terhadap Moeldoko yang telah mengangkatnya menjadi Panglima TNI. Apakah pengangkatan jabatan Panglima TNI hanya sekadar jasa? Bukannya harus memenuhi persyaratan yang rumit dan pelik? SBY juga meminta maaf kepada Tuhan atas penunjukan Moeldoko menjadi Panglima TNI pada kala itu.
Pertanyaan yang sama juga bisa dimunculkan, apakah SBY juga meminta maaf kepada Tuhan atas penunjukan Andi Malarangeng menjadi Menpora RI pada kala itu, yang akhirnya, faktanya, Andi Malarangeng tersandung kasus korupsi dan divonis bersalah di pengadilan Tipikor? Perbuatan korupsi Andi Malarangeng jelas merugikan rakyat Indonesia.
Ingat, tingginya angka kemiskinan di Indonesia disebabkan tingginya indeks tingkat korupsi di Indonesia. Dan di era SBY, korupsi begitu heboh, termasuk yang dilakukan kader-kader PD.
Logika SBY rancu, karena tidak bisa membedakan antara SBY sebagai pribadi dan mantan presiden RI dua periode.
Logika yang samapun bisa dimunculkan dengan apa yang dialami Gus Dur dengan PKB-nya dan Megawati Soekarnoputri kala itu.
Saya tegaskan di sini, saya tidak punya kepentingan politik secara terbuka mendukung pihak mana pun, karena saya orang di luar PD.
Jika gonjang-ganjing politik PD ini saya analis dengan kaidah Game Theory dan saya proyeksikan dalam format NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, ada hal baik yang sedang berproses lewat jalur pendewasaan berpolitik. The nature will find the way.
Saran saya kepada SBY untuk lebih banyak mawas diri, dan mencoba melihat segala permasalahan secara objektif, dan adil.
Saya ada di Kementerian ESDM antara tahun 2012-2014, membantu terpidana mantan Menteri ESDM Jero Wacik dalam pengembangan Renewable Energy di Indonesia. Saya ikut mengawal tahap awal proyek geothermal (panas bumi) Sarula hingga tuntas, walau harus sampai di era Presiden Jokowi. Saya tahu persis banyak proyek energi yang mangkrak. Saya yang menulis surat ke Pemerintah soal larangan ekspor konsentrat termasuk detail tata kelola smelter, yang kemudian keluar Peraturan Pemerintah Larangan Ekspor Konsentrat pada Januari 2014. Ternyata keliru memahami tulisan saya.
Saya juga bisa tunjuk-tunjuk kegagalan suatu rezim, misal program BBM bersubsidi salah sasaran, liberalisasi sistem pendidikan nasional, radikalisme dan intoleransi agama yang merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, reformasi birokrasi yang hanya pepesan kosong.
Tidak perlu tunjuk-tunjuk kesalahan orang yang belum tentu bersalah. Lebih baik menunjuk kesalahan pribadi dan meminta maaf secara terbuka ke publik. Elegan dan jantan.
*Akademisi Universitas Gadjah Mada