Jakarta – GeNose merupakan alat tes Covid-19 buatan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang saat ini sedang banyak dibicarakan. Namun, alat ini dituding kurang akurat tidak seperti antigen dan PCR, yang diduga ledakan kasus Covid-19 terjadi akibat GeNose.
Ahli Biologi Molekulers Ahmad Utomo meminta pemerintah untuk menghentikan sementara penggunaan GeNose, yang sejak 1 April 2021, sudah menjadi syarat untuk perjalanan di semua moda transportasi, selain tes antigen dan PCR.
Kemudian sempat viral di sosmed testimoni para calon penumpang yang menggunakan tes GeNose demi mendapatkan hasil negatif Covid-19. Ada yang mengaku positif saat swab antigen dan memilih menggunakan GeNose untuk lakukan perjalanan karena hasil yang sebaliknya.
Harusnya alat deteksi ada pihak ketiga yang mensertifikasi alat itu sendiri apakah memang alat ini sudah memenuhi standar internasional.

Di sisi lain, Inspektur Keselamatan Radiasi Togap Marpaung menanggapi kontroversi GeNose ini, bahwa memang masih diragukan keefektifannya dibanding dengan alat tes utama seperti PCR dan antigen.
Seperti yang diketahui ada juga hal yang serupa, yaitu Spiro Nose buatan Belanda namun dihentikan penggunaannya meskipun sudah sempat dibuat. Karena pemerintah Belanda menyatakan hasil pengukurannya masih diragukan.
“Dari web UGM menyampaikan bahwa secara teknis sebetulnya sama dengan Spiro Nose, namun ada perbedaan sedikit bahwa GeNose dilengkapi hepafilter sedangakan Spiro Nose tidak menggunakanya,” ujar Togap saat diwawancarai Tagar TV, Jumat, 25 Juni 2021.
“Harusnya alat deteksi ada pihak ketiga yang mensertifikasi alat itu sendiri, apakah memang alat ini sudah memenuhi standar internasional, sehingga ada lembaga yang terakreditasi yang melakukan pengujian terhadap alat ini” ujarnya.
Kendati begitu, Togap mengaku senang dan mengapresiasi dengan karya anak bangsa yang berusaha ingin segera menyelesaikan pandemi dengan mengeluarkan inovasi-inovasi yang bagus.
- Baca Juga: Cek Covid GeNose di Stasiun Tawang Semarang Hanya Rp 20 Ribu
- Baca Juga: Cara Kerja GeNose C19, Alat Deteksi Corona Karya UGM Yogya
Sebelumnya, Pandu Riono yang merupakan ahli wabah dari Universitas Indonesia (UI) menduga melalui GeNose Kemenristek hanya ingin berlomba menunjukan prestasi di hadapan Presiden terkait penanganan pandemi.
“Menurut saya Kemenristek pada saat itu kurang atensinya terhadap pemenuhan standar itu sendiri, karena tidak memfasilitasi agar tim expert dari Belanda untuk melakukan pengujian disini. Karena tidak ada lembaga yang terakreditasi yang melakukan pengujian dan produk wajib ada sertifikasinya,” ujarnya.
Menurutnya GeNose bisa saja digunakan tetapi sebaiknya lakukan uji banding dengan alat yang serupa dari negara Belanda. “Untuk memastikan kelayakan itu harus demi tercapainya kepastian ilmiah, tetapi jangan dulu langsung diberhentikan penggunaan GeNose begitu saja,” ucapnya.
Ia juga menyarankan seharusnya Genose tidak menggunakan hepa filter yang membuat droplet bisa tertahan dalam hepa filter, sehingga tidak masuk dalam sensor.
(Selfiana)