Jakarta - Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul memprediksikan akan ada pergantian atau reshuffle menteri di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, berhembus kabar tentang larangan menteri yang tidak diperbolehkan meninggalkan Jakarta.
Ini bisa menjadi ajang presiden mengevaluasi para menteri yg tak bisa bekerja maksimal.
"Nah pertanyaannya adalah sesuatu yang penting itu apa? Kalau kita bicara penting apalagi infonya dari istana menurut saya kalau dianalisa ini tak jauh dari soal pergantian atau reshuffle kabinet," kata Adib saat diwawancarai Tagar, beberapa waktu lalu.
Menurut Adib, bukan hal yang tidak mungkin jika Presiden Jokowi melakukan reshuffle. Karena dalam beberapa waktu kebelakang, ia (Jokowi) sudah sering memberi warning kepada menterinya.

"Track record itu bisa kita lihat dari jejak digital presiden ketika melakukan serangkaian rapat terbatas. Sudah berulang kali sampai presiden marah-marah. Nah menurut saya adalah diprediksi ini tak jauh-jauh dari soal reshuffle kabinet," ujarnya.
Sinyal lainnya, kata Adib, saat pandemi Jokowi menekan para menteri dengan bahasa extra ordinary, cepat, dan tanggap. Malah, sampai mengingatkan soal harus menyamakan perasaan rasa atau sense of crisis.
"Ini bisa menjadi ajang presiden mengevaluasi para menteri yg tak bisa bekerja maksimal," ucapnya.
Adib mengatakan, parameter evaluasi seorang menteri yang harus dan layak diganti adalah sosok yang tak bisa menerjemahkan kemauan dan tujuan pemerintah. Seperti misalnya, kata dia, serapan anggaran rendah, penanganan Covid-19 tak maksimal, implementasi program pemerintah tak efektif berjalan.
"Reward snd punishment harus diberikan sebagai evaluasi, agar dampak krisis ekonomi dan sosial yang dialami ini segera terselesaikan. Jika reshuffle ini terjadi, ini merupakan pesan untuk pembantu Presiden. Kalau tidak bisa bekerja cepat, efektif dan maksimal ya harus rela diganti. Semua bertujuan agar Pemerintahan berjalan semakin baik kedepan," katanya.[]