Semarang – Pro dan kontra legalisasi ganja di Tanah Air membuat budayawan Bramantyo Prijosusilo ikut memberikan pendapatnya. Ia menyatakan isu rasialisme menjadi awal mula ganja disepakati dilarang di kalangan internasional, termasuk Indonesia.
Budayawan jebolan Bengkel Teater milik Rendra tersebut memastikan bahwa ganja sudah populer dan digunakan orang Eropa sejak lama. “Pada bekas pipa William Shakespeare ditemukan residu ganja dan Ratu Victoria senang mengonsumsinya,” ujar dia kepada Tagar, Minggu, 2 Februari 2020.
Pria yang akrab dipanggil Bram itu menjelaskan, Ganja pernah sangat populer sebagai obat, sampai tahun 1930-an. Awal mula pelarangan ganja justru di Amerika Serikat (AS). Alasannya sangat rasialis, yaitu pihak berkepentingan mengaitkan ganja dengan iblis. Hanya karena sebagian besar pengguna ganja di sana adalah kulit hitam.
“Pekerja perkebunan (kaum kulit hitam) menanam ganja di antara rami dan industri rami kala itu sedang berjaya. Bahan itu digunakan untuk karung goni dan tali temali kapal,” jelasnya.
Selain itu, lanjut pencipta Mbah Kodok Rabi Peri ini, lobi industri alkohol dan tembakau di AS juga gencar. Mereka takut kepopuleran ganja menghancurkan bisnis mereka.
Ganja sangat manjur dan aman dikonsumsi sebagai obat masuk angin dan penyakit flu ringan.

Meski dilarang, tapi budayawan berdarah Jawa Australia itu tidak memungkiri manfaat ganja sebagai obat. Hal itu sering ditulis di dinding Facebooknya.
“Ganja sangat manjur dan aman dikonsumsi sebagai obat masuk angin dan penyakit flu ringan,” sebut dia
Bram menyatakan, apabila tanaman itu dilegalkan maka akan mengancam penjualan obat flu yang mudah dibeli. Padahal, obat-obatan tersebut memiliki efek samping merusak ginjal dan hati.
“Selain itu, ganja adalah tanaman asli Nusantara yang mudah tumbuh dan bisa menyelamatkan lahan kritis,” kata budayawan yang setiap tahun menyelenggarakan kegiatan seni Kraton Ngiyom yang tujuannya untuk melestarikan sumber air itu.
Menjadikan ganja illegal, lanjut dia, akan menjadikan tanaman itu menjadi komoditas sangat mahal yang disalahgunakan untuk kegiatan kriminal.
Diketahui, kontroversi ganja bermula dari pembahasan mengenai ganja menjadi komoditi ekspor. Hal itu dikemukakan anggota Komisi VI DPR Rafli Kande yang mengusulkan agar tanaman yang khas dengan wilayahn Aceh itu menjadi komoditas ekspor Nasional.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai ganja cukup menjanjikan bagi perdagangan Indonesia dan memiliki banyak segi positif. Dia menyampaikan usulan tersebut dalam rapat kerja dengan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
Sedangkan advokat Lingkar Ganja Nasional (LGN) Singgih Tomi Gumilang mengungkapkan pelarangan ganja di Indonesia berawal dari perjanjian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sebuah forum internasional bernama Single Convention on Narcotic Drugs pada tahun 1961.
Perjanjian tersebut membuat nilai positif ganja luntur seketika, berbalik menjadi zat haram bagi tubuh karena dikategorikan narkoba. Meskipun telah ada sejak tahun 1961, Indonesia sendiri baru menyetujui perjanjian tersebut pada tahun 1976. []
Baca juga:
- Anggota DPR Aceh Kaitkan Ganja dengan Cengkeh
- Ustaz Abdul Somad Tentang Ganja Dijadikan Sayuran
- Malaysia Izinkan Tanam Ganja Namun Ada Syaratnya