Medan - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, mengenang kematian Munir. 16 tahun berlalu, belum terungkap secara gamblang sebab musabab kematian, dan aktor intelektual di belakangnya.
Peringatan ini dilakukan LBH Medan, sebagai sikap organisasi masyarakat sipil yang konsen terhadap penegakan hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM).
Munir wafat di pesawat GA-974 saat bertolak dari Jakarta menuju Belanda. Munir merupakan sosok yang memiliki integritas serta dinilai keberanian yang melampaui batas.
Mengawali karier di Malang, sebuah areal kantong industri di Jawa Timur. Saat itu Munir sudah biasa berhadapan dengan militer, kelompok yang paling menentukan dalam politik perburuhan Indonesia.
Munir tidak hanya mengadvokasi kasus-kasus perburuhan, namun sering kali juga menjadi korban militerisme politik perburuhan itu sendiri.
Ketika kerjanya bergeser ke Kota Surabaya, kondisi ini juga tidak berubah. Bahkan Munir harus mengurusi salah satu kasus perburuhan terpenting saat itu, yaitu pembunuhan Marsinah (1994).
Tinta sejarah telah mencatat betapa gigihnya perjuangan Munir dalam mengungkap kasus pelanggaran HAM besar.
Akan tetapi perjuangan tersebut sepertinya mengusik kinerja pemerintah pada waktu itu sehingga dalam perjalanan untuk melanjutkan studi ke Belanda Munir diracun menggunakan arsenik.
Oleh karena itu kami meminta Presiden Indonesia dan lembaga terkait untuk melakukan proses hukum pengungkapan kasus kematian Munir
"Hingga saat ini sudah 16 tahun berlalu, belum ada kejelasan menegenai kasus Munir. Sedangkan dua tahun lagi kasus tersebut sudah kadaluwarsa," kata Maswan Tambak selaku Kepala Divisi Buruh dan Miskin Kota LBH Medan, Senin, 7 September 2020.

Kata Maswan, pengadilan sejauh ini baru menghukum pilot Garuda Indonesia saat itu, Pollycarpus Budihari Priyanto dengan vonis 14 tahun penjara.
Vonis itu diberikan setelah melalui berbagai tahapan peradilan Direktur Utama PT Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan, juga dikenai vonis penjara 1 tahun.
Sebab, Indra dinilai membantu memasukkan Pollycarpus dalam penerbangan itu sebagai penumpang.
"Akan tetapi, hingga saat ini banyak pihak menilai bahwa dalang di balik pembunuhan Munir itu belum diketahui," kata Maswan lagi.
Menurut dia, hari ini tepatnya 16 tahun di mana tewasnya Munir, belum ada kejelasan dari pemerintah yang bertanggung jawab penuh atas proses hukum dalam menemukan pelaku terjadinya pembunuhan berencana tersebut.
"Semestinya pemerintah dapat menyelesaikan kasus tersebut dan menangkap aktor intelektual sebelum dua tahun lagi kasus tersebut sudah daluwarsa. Yang dapat menghentikan kasus dan membuat aktor intelektual bebas tanpa menjalankan persidangan," ungkap Maswan.
Kasus ini sangat penting diungkap, kata dia, karena akan berdampak pada citra penegakan hukum di negara ini. Jika kasus ini tidak terungkap maka tidak menutup kemungkinan akan nada munir-munir lainnya.
"Oleh karena itu kami meminta Presiden Indonesia dan lembaga terkait untuk melakukan proses hukum pengungkapan kasus kematian Munir sebelum waktu daluwarsa," tandasnya.[]