Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin memberikan imbauan kepada media massa untuk melawan balik buzzer yang memfitnah atau membuat kabar bohong terkait aktivitas jurnalistik.
"Kita harus lihat dari bentuk serangannya. Semisal contoh kalimat utuhnya, 'Media A, sudah dibeli oleh si B, sehingga beritanya ngawur. Ayo kita uninstall dan beri bintang 1'. Nah, dalam keseluruhan kalimat itu, dari segi hukum udah melanggar," ujar Ade kepada Tagar, Rabu, 15 Januari 2020.
Kami sangat tidak menganjurkan untuk menggunakan jalur pidana.
Dari kalimat serangan yang dicontohkannya, kata Ade, ada upaya pencemaran nama baik dan potensi pelanggaran hukum. Maka dari itu, LBH Pers menyarankan agar media massa yang mengalaminya tidak diam dengan menggugat melalui jalur hukum perdata.
"Tapi kami sangat tidak menganjurkan untuk menggunakan jalur pidana. Ini bisa digunakan supaya kemudian ada perdebatan, dan publik bisa menilai mana yang benar dan mana yang tidak benar," ucapnya.
Ilustrasi buzzer. (Foto: Pixabay)
Ade menjelaskan kenapa pihaknya menyarankan untuk menggugat fitnah buzzer lewat jalur perdata, lantaran permainan politis lewat hukum pidana lebih besar. Selain itu, dia juga mengungkapkan pasal yang akan digunakan dalam hukum pidana terkait persoalan ini merupakan pasal karet.
"Kalo lewat pidana kan lapor polisi, pertarungan politiknya akan lebih berat. Tapi lewat jalur perdata, somasi, langsung gugat ke pengadilan, itu akan lebih kecil permainan politiknya. Pelaporan pidana sangat tidak kami anjurkan karena pasalnya, pasal karet," tuturnya.
Kendati demikian, dia juga menerangkan kelemahan hukum perdata yang diambil media massa apabila mengalami serangan buzzer. Menurutnya, dalang dari serangan tersebut akan sulit diungkap bila gugatan dilayangkan melalui jalur perdata.
"Ya memang jalur perdata akan sangat sulit karena langsung ke eksekutor, tidak bisa pada pelaku utamanya. Mungkin kalo pidana bisa, tapi kalo perdata terbatas pada itu aja sih, hanya pelaku di lapangan yang melakukan pencemaran nama baik," katanya.
Namun, menurut Ade, setidaknya media massa tetap melakukan perlawanan. Sehingga nantinya publik tidak mudah mempercayai informasi-informasi yang berasal dari para buzzer. []