Jakarta - Warga Beirut menumpahkan kemarahannya kepada pemerintah yang dinilai lalai sehingga menyebabkan terjadi ledakan besar yang menewaskan ratusan orang pada Selasa, 4 Agustus 2020. Sebelumnya Presiden Lebanon, Michel Aoun mengatakan ledakan berasal dari 2.750 ton amonium nitrat yang penyimpanannya tidak memperhatikan faktor keamanan, di sebuah gedung.
Seperti diberitakan dari BBC News, Kamis, 6 Agustus 2020, banyak pihak menuduh insiden itu terjadi karena manajemen penanganan yang tidak berjalan efektif dan cenderung salah urus. Mereka menuntut pemerintah untuk melakukan pengawasan dengan ketat karena diduga banyak pihak yang diduga bermain dan terlibat praktik korupsi.
Saya selalu tahu bahwa kami dipimpin oleh orang-orang yang tidak kompeten, pemerintah yang tidak kompeten [...] Tapi saya katakan sesuatu - apa yang mereka lakukan sekarang benar-benar kriminal.
Baca Juga: Ledakan Beirut, Presiden Lebanon Tetapkan Masa Darurat
Seperti diberitakan sebelumnya, ledakan itu menewaskan sedikitnya 135 orang dan melukai lebih dari 4.000. Pemerintah Lebanon telah memberlakukakan keadaan darurat selama dua minggu. "Beirut menangis, Beirut menjerit, orang-orang histeris, dan lelah," kata produser film, Jude Chehab kepada BBC. Ia menyerukan agar orang-orang yang bertanggungjawab diseret ke meja hukum.
Chadia Elmeouchi Noun, seorang warga Beirut yang saat ini berada di rumah sakit, berkata: "Saya selalu tahu bahwa kami dipimpin oleh orang-orang yang tidak kompeten, pemerintah yang tidak kompeten [...] Tapi saya katakan sesuatu - apa yang mereka lakukan sekarang benar-benar kriminal . "
Pada hari Rabu, 5 Agustus 2020, pemerintah mengumumkan bahwa sejumlah pejabat pelabuhan Beirut menjadi tahanan rumah menunggu penyelidikan lebih lanjut. Dewan Pertahanan Tertinggi negara itu bersikeras bahwa mereka yang dianggap bertanggung jawab akan menghadapi "hukuman yang maksimal."

Apa Pemicu Ledakan?
Amonium nitrat, selain digunakan sebagai pupuk dan juga bahan peledak - dilaporkan telah berada di gudang di pelabuhan Beirut selama enam tahun setelah diturunkan dari kapal yang disita pada 2013. Kepala pelabuhan Beirut dan kepala otoritas Bea Cukai mengatakan kepada media setempat bahwa mereka telah menulis surat kepada pengadilan beberapa kali meminta agar bahan kimia itu diekspor atau dijual untuk memastikan keamanan pelabuhan.
Manajer Umum Pelabuhan, Hassan Koraytem mengatakan kepada OTV bahwa mereka telah mengetahui bahwa bahan yang berada di dalam gudang itu berbahaya ketika pengadilan pertama kali memerintahkannya untuk disimpan di gudang. "Tetapi tidak sampai sejauh ini, tidak ada respon," tuturnya.
Amonium nitrat tiba dengan kapal berbendera Moldova, Rhosus, yang memasuki pelabuhan Beirut setelah mengalami masalah teknis selama pelayarannya dari Georgia ke Mozambik, menurut Shiparrested.com, yang menangani kasus hukum terkait pengiriman. Rhosus diinspeksi, dilarang pergi dan tak lama kemudian ditinggalkan oleh pemiliknya, memicu beberapa tuntutan hukum. Kargonya disimpan di gudang pelabuhan untuk alasan keamanan, kata laporan itu.
Baca Juga: Ledakan Beirut, Jokowi Sambut Seruan PM Lebanon
Menteri Informasi Lebanon, Manal Abdel Samad menyebutkan, semua pejabat pelabuhan yang mengani urusan penyimpanan amonium nitrat, menjaganya dan menangani dokumennya sejak Juni 2014, akan dikenakan tahanan rumah. []