Jakarta - Gencarnya pemerintah memberhangus upaya penyelundupan barang-barang mewah dalam kurun waktu belakangan patut diacungi jempol. Selain menghadirkan rasa keadilan sosial di masyarakat, seperti yang Menteri Keuangan Sri Mulyani katakan, upaya pemberantasan praktik impor ilegal juga berkontribusi untuk memperbesar penerimaan negara.
Lantas, apa yang sebenarnya dihindari oleh sejumlah importir nakal tersebut hingga memilih jalan haram? Kenapa pula mereka tidak memenuhi saja kewajiban membayar pajak seperti yang diamanatkan oleh undang-undang? Berikut adalah gambaran sederhana mengapa masih banyak masyarakat Indonesia yang gemar akan kemewahan namun miskin secara akhlak.
Satu contoh, Adi adalah seorang direktur pada perusahaan bonafit. Hobinya menunggangi motor besar membuat pria itu berkeinginan memilik satu kuda besi legendaris bermerek Harley-Davidson.
Setelah melakukan serangkaian pencaharian, dia menetapkan keinginan untuk memboyong motor bertipe X yang dibandrol Rp 800 juta ke garasi rumahnya. Masalah kemudian timbul. Motor tersebut berada di luar negeri! Untuk bisa mendatangkannya, dia mesti mengeluarkan bujet ekstra guna membayar tetek bengek iuran perizinan (pajak).

Adi lantas mengadakan riset kecil. Dia pun mengarsir beberapa pasal yang mungkin dikenakan untuk motor yang belum pernah dinaiki sama sekali itu. Melalui penelusurannya, Adi mendapati setidaknya ada empat aturan yang harus dia penuhi.
Pertama, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 33/PMK.010/2017 Tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebesar 125 persen. Jika mengacu pada harga jual motor, maka ada dana tambahan sejumlah Rp1 miliar.
Selanjutnya adalah aturan bea masuk sebesar 40 persen dari harga jual, yang berarti Rp320 juta. Lalu, dua lainnya adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) impor dengan besaran masing-masing 10 persen atau senilai Rp160 juta. Artinya, Ari harus merogoh koceknya total Rp 1,48 miliar hanya untuk membayar biaya kepabaenan saja. Jauh melebihi harga beli motornya yang hanya berbandrol Rp 800 juta.
Bukannya tidak mampu, namun Adi memilih menyelundupkan motor tersebut karena lebih efisien dari sisi biaya. Naas, usahanya tersebut digagalkan oleh petugas Bea Cukai saat mendarat di Pelabuhan Tanjung Priok. Gambaran Adi tersebut nampaknya bisa memberikan bayangan terkait maraknya penangkapan terhadap kendaraan mewah ilegal yang masuk ke Indonesia.[]