Lhokseumawe - Direktur Eksekutif Indonesian Muslim Crisis Center, Robi Sugara menyarankan kepada pemerintah, apabila ingin memulangkan WNI Eks Islamic State in Iraq and Syria (ISIS), maka lebih baik di karantina di Aceh.
Menanggapi hal itu, pengamat politik dan kemanan Aceh, Aryos Nivada, mempertanyakan mengapa harus Aceh yang menjadi tempat untuk melakukan karantina WNI Eks ISIS tersebut dan harus ada alasan yang konkrit.
Maka berpotensi menimbulkan gejolak-gejolak atau memang ada kepentingan kelompok tertentu.
“Jadi indikatornya harus jelas mengapa harus Aceh yang menjadi tempat karantina WNI Eks ISIS ini, tidak boleh serta merta begitu aja. Sebutkan dulu mengapa harus Aceh dan indikatornya apa,” ujar Aryos kepada Tagar, Selasa, 11 Februari 2020.
Aryos menilai, dengan dipilihnya Aceh menjadi tempat karantinan WNI Eks ISIS, jangan sampai menimbulkan berbagai potensi gejolak-gejolak baru di kalangan masyarakat Aceh.
Atau sambung Aryos, Aceh dijadikan sebagai tempat untuk karantina hanya sekedar dimanfaatkan oleh kepentingan kelompok-kelompok tertentu, yang bertujuan mengobok-ngobok Provinsi Aceh.
“Kalau tujuannya tidak jelas mengapa harus Aceh yang dipilih sebagai tempat karantina WNI Eks ISIS, maka berpotensi menimbulkan gejolak-gejolak atau memang ada kepentingan kelompok tertentu,” tutur Aryos.
Jangan sampai sambung Aryos, nantinya seolah-olah Provinsi Aceh sudah dilebelkan dengan daerah yang radikal, tapi kenyataannya masyarakat Aceh saat ini tidak ada yang melakukan hal-hal yang radikal.
“Apabila memang ingin melakukan karantina di sini, maka harus ada persetujuan dari Pemerintah Aceh, karena pemimpin yang punya otoritas kewilayahan di Aceh adalah gubernur,” kata Aryos. []