Mengenal Tradisi Nikah Suku Sasak

Sebelum melakukan pernikahan, pengantin pria harus menculik pengantin wanita terlebih dahulu, tanpa harus diketahui orangtua calon istrinya. Lalu, mereka tinggal di rumah calon pengantin pria selama tiga hari.
Bangunan lumbung padi yang menjadi ciri khas Desa Sade, Lombok Tengah (foto : gilang)

Lombok (Tagar 11/12/2017) – Setiap suku di Indonesia mempunyai tradisi unik yang dilakukan saat menikah. Salah satunya, Suku Sasak yang terdapat di Desa Sade, Lombok Tengah yang memiliki tradisi budaya yang tidak biasa yaitu, menikahi sesama sepupu.

Hingga saat ini, sudah ada sekitar 700 orang yang bermukim di desa tersebut. Tradisi ini nampaknya masih dilestarikan oleh penduduk hingga kini. Mengingat Suku Sasak merupakan kaum penduduk asli Lombok yang terus menjaga tradisi dan adat istiadat dari nenek moyangnya terdahulu.

Menurut Ardi, pemandu wisata di Desa Sade, hal ini disebabkan orang tua leluhur mereka ingin menjaga rukun dan harmonisasi keluarga dengan erat. Sehinga tidak mau setiap keturunannya tinggal di desa lain.

"Mungkin di luar sana menikah dengan sepupu atau saudara bukan hal lazim tapi di sini sudah biasa, jadi kami semua satu keluarga," kata Ardi.

[caption id="attachment_33889" align="alignleft" width="712"]Gilang Sasak Orang tua yang sedang mengajarkan anaknya untuk menenum kain songket (foto:gilang)[/caption]

Tradisi disini juga diharuskan seorang anak perempuan harus bisa menenun kain songket khas Lombok dahulu, yang menjadi syarat utama dari pernikahan.

"Sebab kain tenun songket itu digunakan untuk mahar pernikahan, mereka harus memberikan 15 lembar kain songket," papar Ardi. Maka jangan heran, jika saat masuk ke dalam Desa Sade banyak sekali kain-kain bergelantungan dan terdapat anak perempuan sedang menenun.

Usianya mereka masih sangat belia bahkan terbilang anak kecil. Sekali lagi, ini sudah jadi tradisi turun menurun. Merupakan hal wajar disini, jika usia 16 tahun sudah memiliki seorang suami dan mempunyai anak.

Makna seorang perempuan harus bisa menenun songket menunjukan, jika seorang istri mampu mendukung perekonomian keluarga. Pasalnya, para kaum pria disini hanya punya satu mata pencaharian yakni sebagai petani. Jadi jika cuaca sedang buruk atau tidak musim padi. Para wanita membuat dan menjual kain untuk pemasukan ekonomi.

Sebelum melakukan pernikahan, pengantin pria harus menculik pengantin wanita terlebih dahulu, tanpa harus diketahui orangtua calon istrinya. Lalu, mereka tinggal di rumah calon pengantin pria selama tiga hari. Barulah mereka akan dinikahkan oleh orangtua yang disaksikan oleh penghulu dan penduduk sekitar.

Makna kawin culik yakni, untuk menguji kesediaan pengantin wanita. Karena nanti sorang istri harus mengikuti suami. Terlebih, pengantin pria juga dianggap sudah bisa menghidupi sang istri kelak hingga akhir hayat.

Setelah menikah, tradisi masih terus berlangsung. Sepasang suami istri baru biasanya akan dibiarkan tinggal di Bale Kodong.

Rumah kecil yang dimiliki orang tua untuk membuat anak mandiri. Mereka harus tinggal di sini sampai mampu membuat rumah sendiri. Ini merupakan bentuk ujian dari orang tua.

Begitulah sekilas cerita dari budaya Suku Sasak tentang pernikahan. Tradisi seperti ini harus dilestarikan sebagai identitas Indonesia.

Gemilang Isromi Nuari

Berita terkait
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara