Untuk Indonesia

Menimbang Social Distancing atau Lockdown untuk Indonesia

Jika tidak bisa maksimal dalam menerapkan social distancing untuk mencegah corona, pemerintah selayaknya segera menempuh kebijakan lockdown negara.
Calon penumpang menunggu jadwal keberangkatan pesawat di Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Rabu, 18 Maret 2020. Angkasa Pura I menerapkan konsep \'social distancing\' dengan menempelkan stiker panduan jarak untuk mengatur jarak antar orang di sejumlah area pelayanan publik bandara sebagai salah satu upaya untuk meminimalisir potensi penyebaran COVID-19 atau virus Corona. (Foto: Antara/Fikri Yusuf)

Oleh: Raihan Ariatama*

Hari ini penyebaran virus corona jenis baru atau Covid-19 menjadi topik perbincangan hangat di belahan dunia termasuk Indonesia. Virus tersebut telah menyebar cepat dan telah banyak memakan korban. Dampak penyebaran virus yang cepat ini menyebabkan tidak hanya gangguan pada kesehatan manusia bahkan dapat melumpuhkan aktivitas perekonomian suatu negara. Maka dari itu, penyebaran Covid-19 harus segera dihentikan.

Indonesia setidaknya harus belajar dari pengalaman-pengalaman negara yang telah terserang Covid-19 sebelumnya. Contohnya penanganan corona oleh pemerintah Korea Selatan dengan melakukan pengecekan massal hingga 15.000 orang setiap harinya di seluruh penjuru negeri untuk identifikasi suspect maupun positif Covid-19. 

Kemudian, Malaysia per 18 Maret 2020 secara resmi memberlakukan lockdown untuk seluruh wilayah negara hingga 14 hari ke depan, layaknya yang sedang dilakukan Italia. Penanganan penyebaran Covid-19 harus serius dan cepat dilakukan, mengingat virus ini jika tidak segera ditangani dengan baik, dapat menyebabkan dampak yang lebih besar. 

Secara nilai absolut, korban meninggal di Indonesia akibat pandemi ini relatif kecil dibandingkan negara Iran misalnya. Namun perlu dipahami bahwa fatality rate yang mencapai 8,3 % dua kali rata-rata dunia, dan lebih tinggi dibandingkan Iran yang berkisar 6,1 % (John Hopkins, 2020).

Belakangan ini muncul desakan kepada pemerintah untuk melakukan lockdown, meskipun pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan social distancing. Social distancing merupakan kebijakan yang dianggap paling tepat, sebab kondisi bangsa belum darurat serta laju penyebaran virus masih dapat dikendalikan. Disisi lain, kebijakan ini juga memastikan roda perekonomian masih dapat dilakukan maskipun dengan jarak yang terbatas. 

Pemerintah seharusnya mempertimbangkan kebijakan lockdown di samping social distancing.

Namun demikian kebijakan social distancing dinilai kurang efektif dikarenakan dua hal, pertama adalah masih banyaknya masyarakat yang tidak mengindahkan imbauan ini. Kedua, banyak instansi atau perusahaan masih mewajibkan karyawan masuk kerja (dengan jam kerja terbatas) dikarenakan kebijakan social distancing yang memang tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengintervensi publik.

Jika kita belajar pada negara-negara yang memiliki tren melambat bagi peningkatan kasus kematian maupun positif Covid-19, irisan kebijakan antara negara tersebut terletak pada dua hal. Pertama adalah pengecekan massal. Kedua adalah lockdown. Sayangnya Indonesia bahkan belum melakukan setidaknya satu di antara dua kebijakan tersebut untuk menekan secara cepat penyebaran virus.

Kebijakan Lockdown dan Human First

Dalam konsep Human Capital Solow and Swan (1956), manusia adalah bagian penting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara maupun wilayah. Kualitas sumber daya manusia akan menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi yang cepat dan inklusif di masa mendatang melalui inovasi dan teknologi. Dengan demikian kualitas sumber daya manusia harus menjadi fokus utama pemerintah dibandingkan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Ada dua indikator dalam human capital, yakni kualitas pendidikan dan kesehatan.

Dengan pertimbangan begitu cepatnya penyebaran pandemi Covid-19, maka lockdown menjadi kebijakan strategis. Konsekuensi berupa perlambatan ekonomi merupakan hal yang niscaya, namun kebijakan ini memberikan dampak yang cukup signifikan, yakni prioritisasi jangka panjang terhadap keberlangsungan sumber daya manusia yang jika ditakar nilainya juga penting bagi perekonomian itu sendiri di masa mendatang. 

Salah satu langkah berani yang dapat diambil pemerintah untuk antisipasi perlambatan ekonomi akibat lockdown adalah realokasi perencanaan dana CSR perusahaan-perusahaan besar untuk menopang UMKM (sebagai kontributor utama perekonomian yang mencapai 60,34%) sebagai sektor yang relatif cepat pulih pasca-menghadapi krisis. Dan tentunya ditopang sumber daya manusia yang terjaga selama upaya penanganan Covid-19. Kita perlu jujur mengenai dampak ekonomi mana yang paling kita khawatirkan sebenarnya, kapitalis besar atau UMKM penggerak perekonomian.

Kebijakan social distancing belumlah maksimal dalam memastikan masyarakat bebas dari serangan virus corona. Sebagai pemangku kebijakan pemerintah selayaknya juga tegas dalam penerapan social distancing. Jika memang tidak bisa maksimal, sebaiknya segera keluarkan kebijakan lockdown negara. Manusia adalah subjek penting dalam pembangunan negara dan pemerintah harus memastikan manusia Indonesia akan baik-baik saja dalam kondisi pandemi Covid-19 ini.

Wabah Covid-19 mengancam kualitas kesehatan manusia Indonesia. Jika kualitas kesehatan masyarakat terdegradasi, maka secara otomatis akan mengganggu perekonomian di negeri ini. Semakin meluas masyarakat yang terjangkit Covid-19, maka kondisi ini semakin mengancam keberlangsungan perekonomian bangsa. Dengan kata lain, sudut pandang human capital menempatkan human first dalam penanganan wabah Covid-19 di Indonesia. Menempatkan human first berarti menyelamatkan manusia dan perekonomian negara.

Untuk itu, pemerintah seharusnya mempertimbangkan kebijakan lockdown di samping social distancing untuk menyelamatkan manusia Indonesia dan perekonomian negara. Tentunya, kebijakan lockdown diberlakukan untuk daerah atau wilayah tertentu yang memiliki jumlah wabah Covid-19 tinggi dan tingkat mobilitas orang padat. Selain itu, kebijakan lockdown harus ditopang dengan kebijakan lain seperti memastikan kecukupan pasokan logistik, subsidi logistik untuk rakyat miskin yang kesehariannya tergantung pada kerja harian, serta keselamatan tenaga medis. 

*Pengamat Kebijakan Publik di Institute for Democracy and Welfarism (IDW), saat ini menjabat Fungsionaris PB HMI

Baca opini lain:

Berita terkait
Ijtima Dunia di Gowa, Lihat Sejarah Corona di Iran dan Malaysia
Sedikitnya 400 warga negara asing telah hadir di ijtima dunia di Gowa. Apa mereka tidak belajar bagaimana corona mengganas di Iran dan Malaysia?
Ruteng NTT dan Ketika Virus Corona Mengamuk di Gereja
Di mana virus corona paling banyak mengamuk di Korsel dan Italia? Di gereja. Hari ini gereja Katolik di Ruteng bikin acara dihadiri ribuan orang.
Denny Siregar: Terangnya Dokter Handoko Gunawan
Kisah Handoko Gunawan, dokter ahli paru di Graha Kedoya ini adalah fakta bahwa superhero itu ada. Terangnya menembus ras dan agama. Denny Siregar.