Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, kebijakan Uni Eropa yang menetapkan batas maksimum Free 3-monochloropropanediol (3-MCPD) dan fatty esters 3-MCPD soal industri sawit dinilai sangat diskriminatif dengan manajemen risiko kontaminan yang lazim berlaku.
Menurut Airlangga, apabila satu batas dinyatakan aman, seharusnya batas aman itu dapat berlaku untuk seluruh jenis minyak pada kategori yang sama. "Penetapan batas aman seyogianya didasarkan pada kepentingan masyarakat sebagai konsumen, dan alasan untuk melindungi pasar domestik dan internasional," kata dia dalam Forum on 3-MCPD and GE di Jakarta, Jumat, 7 Februari 2020.
Airlangga menambahkan, batas maksimum 3-MCPD 2,500 µg/kg atau 2.5 ppm untuk semua minyak nabati adalah batas aman untuk konsumsi. Karenanya batasan maksimum tersebut dapat diterapkan dan tidak perlu ada perbedaan batas maksimum di antara berbagai minyak nabati sepanjang tidak ada dasar yang kuat baik dari sudut pandang sains maupun risiko kesehatan konsumen.
"Kebijakan dua batas maksimum untuk 3-MCPD juga dinilai tidak memberikan insentif untuk kelanjutan investasi upaya mitigasi 3-MCPD," ucap Airlangga.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kesehatan dan Konsumen Komisi Eropa Frans Verstraete menyampaikan perkembangan terkini proses legislasi aturan keamanan pangan Uni Eropa. Dalam catatan dia, UE menerapkan sejumlah prinsip yang mengatur kontaminan dalam pakan dan makanan untuk mencapai perlindungan tingkat tinggi atas kesehatan manusia.
"UE akan menerapkan undang-undang berdasarkan analisa risiko sebagai acuan untuk manajemen pengambilan indikator-indikator risiko terkait keamanan makanan," tutur Verstraete.
Forum ini bertujuan untuk mempromosikan pentingnya keamanan makanan dan perlindungan kesehatan masyarakat. Selain itu, pertemuan tahunan ini juga ditujukan sebagai wahana berbagi informasi tentang upaya-upaya yang sedang dan sudah dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencegah pembentukan 3-MCPD dan GE dalam mata rantai industri.
Forum dihadiri oleh lebih dari 470 partisipan dari industri pengolahan makanan dan minyak sawit, kalangan perdagangan, penelitian dan pengembangan produk-produk minyak sawit. Selain itu juga penentu kebijakan dan pihak berwenang untuk perlindungan konsumen dan kesehatan publik di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan India.[]
Baca Juga:
- UE Boikot Kelapa Sawit RI, Saatnya Lirik Pakistan
- Diskriminasi Kelapa Sawit, Indonesia Resmi Gugat UE