Menteri Agama, Nasaruddin, mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap tingginya angka perceraian di Indonesia, yang menjadi indikasi bahwa ketahanan rumah tangga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Nasaruddin menekankan pentingnya pelestarian perkawinan sebagai bentuk perlindungan keluarga dan investasi masa depan bangsa. "Sudah saatnya menegaskan pentingnya pelestarian perkawinan, sebagai bentuk perlindungan keluarga dan investasi masa depan bangsa," kata Nasaruddin dalam keterangan resmi, Rabu (23/4/2025).
Menurut Menteri Agama, negara tidak hanya perlu mengatur legalitas pernikahan, tetapi juga harus hadir dalam menjaga keutuhannya. "Jika perlu, kita usulkan Undang-Undang baru tentang ketahanan rumah tangga. Negara tidak cukup hanya mengatur legalitas pernikahan, tetapi juga perlu hadir dalam menjaga keutuhannya," ujarnya.
Perceraian sering kali melahirkan masalah perekonomian baru, dengan korban utamanya adalah istri dan anak-anak. Oleh karena itu, negara perlu hadir bukan hanya dalam mengesahkan pernikahan, tetapi juga menjaga keberlangsungannya. "Perceraian sering kali melahirkan orang miskin baru. Korban pertamanya adalah istri, lalu anak," kata Nasaruddin.
Untuk mencegah meningkatnya angka perceraian, Nasaruddin merekomendasikan 11 strategi mediasi yang dapat dilakukan oleh Badan Penasihatan, Pembinaan, dan (BP4). Strategi ini meliputi memperluas peran mediasi kepada pasangan pra-nikah dan usia matang yang belum menikah, proaktif mendorong pasangan muda untuk menikah, berperan sebagai "makcomblang" atau perantara jodoh, dan melakukan mediasi pascaperceraian untuk mencegah anak telantar.