Yogyakarta – Seniman Butet Kartaredjasa, mengungkapkan kekecewaan kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Menparekraf Wishnutama. Ia menyebut langkah Wishnutama memberikan bantuan langsung tunai atau BLT kepada seniman adalah bentuk kebijakan yang tidak kreatif.
“Saya tidak berani menilai seorang menteri, saya itu cuma mengoreksi saja dan memberikan usulan. Saya cuma bilang, kalo seniman itu dibantu dengan pendekatan BLT (Bantuan Langsung Tunai) itu, pendekatan yang kurang kreatif lah. Karena bagi seniman itu, bukan hanya menerima duitnya, tetapi seniman itu butuh proud, butuh kebanggaan,” kata Butet kepada wartawan Tagar di Yogyakarta, Rabu malam, 25 November 2020.

Menurut Butet, bantuan dari Pemerintah itu mungkin nilainya sama seperti BLT. Tetapi bila dikemas, akan memberikan kebanggaan tersendiri kepada sang seniman bahwa karyanya dikoleksi oleh negara.
“Misalnya, seniman seni rupa itu, karya-karyanya yang sketsa yang pakai kertas HVS saja itu dibeli dengan nilai seharga BLT. Itu bagi seniman ada kebanggaan bahwa karyanya dikoleksi oleh negara,” tuturnya.
Saya cuma bilang, kalo seniman itu dibantu dengan pendekatan BLT (Bantuan Langsung Tunai) itu, pendekatan yang kurang kreatif lah.
Kemudian lanjut Butet, karya itu nanti diframe lalu dipasang di kantor-kantor pemerintah seluruh Indonesia. Seperti kantor Kementerian atau kantor Kedinasan. Dalam hal ini, pemerintah pusat dapat membagi karya-karya itu kepada kantor Kementerian atau Kedinasan untuk dijadikan elemen interior.
- Baca Juga : Konflik dengan Butet Kertaradjasa Jadi Catatan Negatif Wishnutama
- Baca Juga : Ferdinand: Kinerja Wishnutama Tak Bisa Ditemukan di Google
Hal tersebut dinilai lebih menguntungkan semua pihak dimana di sisi senilai mereka selain mendapat uang juga mendapat kebanggan. Selain itu, mereka juga mendapat sertifikat yang memperkaya portofolionya. Contoh lainnya, untuk penyair membuat puisi bertema pandemi, lalu setiap puisi diapresiasi senilai bantuan BLT itu.
“Puisi-puisi itu disumbangkan kepada negara kemudian dibukukan misalnya. Itukan punya nilai keabadian, kearsipan, senimannya bangga puisinya di collect oleh negara. Jadi itu masalah kemasan. Jadi yang saya usulkan, seperti itu. Saya ngga ngerti apakah dengan demikian seorang menteri menjadi berkualitas atau tidak, tapi ini cuma pikiran-pikiran jahil gitu ajalah,” jelasnya.[]